Isra Mikraj Di Sibao-Simeulue Dan Tradisi Apam Berkuah

  • Bagikan
Isra Mikraj Di Sibao-Simeulue Dan Tradisi Apam Berkuah
Masyarakat Sibao saat menjelang acara jeda usai ceramah Isra Mikraj, Sabtu (18/2). Waspada/Rahmad

Peringatan Isra Mikraj di Kabupaten Simeulue setiap tahunnya masih terus lestari hingga kini. Mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat bawah, dusun. Isra Mikraj di Simeulue dikenal juga dengan istilah ‘Kenduri Apam’.

Rata-rata hampir di seluruh kampung pemukiman yang ada masjid atau meunasahnya di pulau itu, pasti warga kompak mengadakan peringatan dan perayaannya.

Isra Mikraj di Simeulue terkadang tidak harus tepat pada malam 27 Rajab, sebagaimana malam Rasulullah Muhammad Sallahualaihi Wassalam menerima perintah Allah mewajibkan shalat 5 waktu sehari semalam untuk Umat Islam.

Setidaknya masih dalam kurun waktu pada akhir bulan Ra’jab tahun Hijriah. Seperti pantauan Waspada tingkat Kabupaten Simeulue, Isra Mikraj pada Jumat (17/2) siang di Masjid Agung Tengku Khalilullah, Air Dingin.

Demikian juga di Desa Ujung Tinggi, masyarakat kampung itu melaksanakan pada hari yang sama dengan Isra Mikraj tingkat kabupaten yakni pada Ba’da Jumat (17/2).

Sedangkan di Desa Ganting, Isra Mikraj tingkat desa pada Sabtu (18/2). Pun Demikian di Sibao, di Masjid sementara At Taqwa Sibao.

Walau Isra Mikraj tingkat dusun, masyarakat mengundang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang di Aceh disebut Majelis Perkumpulan Ulama (MPU) Kabupaten Simeulue, H. Heriansyah, LC sebagai penceramah.

Ustadz Heriansyah, Putra asli Simeulue yang mengambil gelar sarjana agama di Mesir (LC) mengatakan, adapun yang paling utama dari perayaan Isra Mikraj adalah tahu sejarah sehingga paham dan menambah keyakinan akan peristiwa itu.

Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW kata Ustadz Heriansyah tidak bisa dipahami seperti belajar pengetahuan umum biasa atau juga tidak istilah sering disebut secara sains, ilmiah.

Karena katanya, memang itu peristiwa belum pernah dan tidak akan pernah ada satupun makhluk di dunia ini sampai hari kiamat yang bisa memprogram-kan suatu peristiwa seperti yang diprogramkan Allah pada Nabi Muhammad SAW saat Isra Mikraj itu.

Secara akal manusia diantaranya bila tidak paham, maka akan membandingkan dengan pesawat supersonik yang katanya kecepatan jelajahnya seperti kecepatan cahaya, pun demikian kecepatan cahaya masih dapat hitung.

Sementara seperti yang ditulis dalam Alquran, Isra Mikraj Nabi Muhammad hanya berlangsung dalam satu malam. Rasulullah Muhammad SAW pulang dan pergi ke Sidratul Muntaha dan melampaui lapisan langit ke tujuh.

Nah, dijelaskan oleh Ustadz Heriansyah nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dengan Buraq. Kecepatan Buraq dalam satu riwayat diceritakan satu langkahnya sama dengan sejauh mata memandang.

Untuk mendekatkan paham soal tolak ukur yang dimaksud dengan sejauh mata memandang, cobalah pada tengah malam gelap, tapi langit cerah, lihat bintang di langit paling kecil yang hanya berkedip-kedip, itulah perumpamaan jarak 1 langkah Buraq (tunggangan Muhammad SAW) dari bumi, saat Isra Mikraj.

Heriansyah menggarisbawahi, peristiwa Isra Mikraj hanya bisa dengan Iman dan semakin sering mendengar sejarah secara komprehensif tentang peristiwa agung Isra dan Mikraj nya Nabi Muhammad SAW makan akan menambah keyakinan setiap kita ummat Muslim akan paham pentingnya shalat.

Adapun perintah shalat lima waktu sehari semalam hanya khusus diwajibkan Allah SWT (Subhanahu Wataalah Wataalah) kepada Umat Islam, Umat Nabi Muhammad SAW.

Sementara kewajiban itu tidak wajib pada umat sebelumnya. Seperti tidak kepada umat Nabi Daud, tidak pada Nuh, Musa, Ibrahim dan tidak juga kepada Isa Alaihisalam. ” Shalat, khusus pada kita, umat Muhammad SAW,” jelas Heriansyah.

Lebih lanjut katanya, perintah Allah tentag shalat itu langsung, tidak melalui perantara Jibril. “Muhammad langsung berdialog dengan Allah, dan ‘nego’ hingga dari 50 waktu hingga menjadi 5 waktu saja,” urainya.

Adapun tambahnya dari sekian Nabi dan Rasul Allah yang mesti diketahui dan diimani oleh setiap umat Islam, yakni 25 orang. Hanya dua orang yang pernah dan bisa bicara langsung dengan Allah yakni Nabi Musa Alaihisalam (As) dan Rasulullah Muhammad Sallahualaihi Wassalam.

Musa Alaihisalam (As) bicara dengan Allah tanpa bertemu di sebuah bukit Tursina dan itu pun gunung/bukit yang tempat Musa berdiri mendengar suara Allah, hancur lebur seketika. Itulah salah satu tanda kebesaran Allah.

Apam Berkuah

Peringatan Isra Mikraj di Simeulue dari dulu hingga kini punya satu keunikan di mana masyarakat secara sukarela memasak dan membawa makanan khusus Apam Berkuah dari masing-masing rumah ke masjid atau meunasah, kemudian setelah acara dakwah (ceramah agama) dan selesai doa bersama maka dilakukan Jedah (makan bersama) Apam tadi.

Adapun Apam Berkuah seperti modelnya Apam Serabi dijual di kota-kota kita di Indonesia untuk sarapan pagi. Bedanya di sini terkadang dalam bentuk kue apamnya bulat tak jarang juga seperti potongan kue lapis atau kue talam baru kemudian, kuahnya dari santan diaduk dengan gula merah.

Tradisi membawa makanan Apam saat peringatan Isra Mikraj di Simeulue dari sejumlah sumber yang dirangkum Waspada tradisi itu untuk memuliakan tamu, dan kuatnya kasih sayang antar sesama saudara. Kemudian antisipasi karena akses jalan dan warung masih sangat terbatas.

Sehingga masa dulu agar saat warga mengikuti/mendengarkan acara dakwah Isra Mikraj bisa fokus tidak lapar maka masing masing membawa bekal akan tetapi makanan bawaan masing masing ditukar. Supaya lebih akrab.

“Bayangkan dulu dibawa tahun 80 an. Masjid dan meunasah masih sangat terbatas. Terkadang satu masjid tempat empat kampung berkumpul (ibadah). Akses dari satu kampung kampung hanya ada jalan tikus bahkan lebih baik ditempu dengan perahu,” urai sebuah sumber.

Kala itu adalah salah satu tokoh di Simeulue yang tahu pasti siapa namanya pada satu waktu perayaan Isra Mikraj membawa makanan Apam Berkuah enak dan dalam jumlah banyak, dinikmati banyak orang sehingga tersebarlah cerita tentang lezatnya makan Apam Berkuah lalu menjadi tradisi.

Bukan Sesajen

Makanan Apam Berkuah yang dibawa masing masing saat perayaan Isra Mikraj di Simeulue bukanlah paksaan juga bukan untuk sesajen melainkan untuk dimakan bersama sekaligus agar anak-anak kecil Simeulue terkesan dan pada akhirnya melestarikan perayaan Isra Mikraj hingga akhir nanti.

Rahmad

  • Bagikan