Pekerja Sosial Aceh Utara, Akmal Daud: “Mak…Ka Masak Bu, Adek Deuk Mak”

  • Bagikan
Pekerja Sosial Aceh Utara, Akmal Daud: "Mak…Ka Masak Bu, Adek Deuk Mak”
Akmal Daud bersama tim menyerahkan bantuan Sembako kepada salah satu keluarga miskin di Aceh Utara. Waspada/Ist

“Dulu ketika saya bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pernah disumpah dengan Alqur’an dan setelah berwudhuk. Begini bunyi sumpah tersebut, dengan nama Allah, harta saya, nyawa saya, darah saya untuk bangsa saya. Sumpah itu saya ucap dengan niat untuk mensejahterakan Bangsa Aceh. Untuk kemajuan bangsa sendiri dari keterpurukan ekonomi.”

KARENA merasa masih terikat dengan sumpah tersebut, Akmal Daud kepada Harian Nasional Waspada menceritakan, batinnya selalu bergolak dan terus menuntut untuk mengimplementasikan ucapan sumpah itu dalam tindakannya sehari-hari yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Aceh.

“Setelah Aceh damai, saya berpikir, apa yang bisa saya lakukan untuk mempertanggungjawabkan sumpah saya di hadapan Allah. Ketika Aceh masih dilanda konflik, saya berjuang untuk mensejahterakan masyarakat, dan setelah damai, apa yang bisa saya lakukan. Saya kebingungan karena saya bukanlah orang yang memiliki kekuasaan di dalam pemerintahan,” sebut Akmal Daud.

Dari perenungan yang mendalam, akhirnya Allah memberikan petunjuk, kalau dirinya harus mewakafkan dirinya kepada masyarakat dengan cara menjadi pekerja sosial. Pada posisi tersebut dan dengan kemampuan yang Allah berikan kepadanya, Akmal memberanikan dirinya untuk turun dan melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan.

Di lapangan, sebut Akmal, dia melihat cukup banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka miskin, kata Akmal, bukan karena malas tidak mau berusaha. Kemiskinan yang mereka alami bagian dari warisan keluarga secara turun temurun. Buktinya, banyak diantara mereka membangun gubuk (tidak layak disebut rumah) di atas tanah milik orang.

“Mereka tidak punya tanah walaupun sejengkal. Tidak etis saya sebutkan di sini, nama, gampong dan kecamatan. Namun ini ril terjadi di Kabupaten Aceh Utara. Saya sering mendengar klaim dari pihak tertentu, bahwa mereka miskin karena faktor malas. Di sini saya tegaskan, bukan karena malas, tetapi karena mereka benar-benar miskin,” sebut pekerja sosial di Aceh Utara itu.

Cerita paling miris yang ditemukannya di lapangan, ketika berkunjung ke Kecamatan Langkahan. Di salah satu gampong di kecamatan itu, tanpa sengaja, Akmal Daud, ketika itu dia ditemani Abdul Rafar, salah seorang pekerja sosial lainnya, mendengar suara seorang anak kecil yang bertanya, apakah sudah masak makanan yang dari tadi di masak ibunya. “Mak…Ka masak Bu, adek deuk ma (ibu sudah masak nasi, adek lapar mak). Dan ibunya menjawab, bahwa masakannya sudah masak.

“Suara itu kami dengar dari salah satu kandang kambing. Kami tidak menyangka, kalau kandang kambing itu dihuni oleh sebuah keluarga dengan beberapa orang anak. Penasaran, saya bersama Abdul Rafar, mencoba untuk mencari tahu kondisi penghuni kandang kambing itu,” sebutnya.

Secara diam-diam, ke dua pekerja sosial asal Gampong Matang Drien dan Samakurok, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara itu mendekat ke kandang kambing tersebut. Dari celah dinding, keduanya melihat, seorang ibu hanya menghidangkan daun ubi dan kangkung tanpa nasi untuk anak-anaknya.

Tidak tahan melihat penderitaan keluarga tersebut, Akmal dan Rafar memberi salam untuk masuk ke kandang kambing itu. Dari sinilah, kedua pekerja sosial ini mengetahui, bahwa kelaurga tersebut sudah lama tidak pernah makan nasi, karena tidak sanggup membeli beras. Tanpa aba-aba, butiran bening keluar dari pelupuk mata Abdul Rafar dan kemudian berderai.

“Pada hari itu, dengan kemampuan yang kami miliki, kami sumbang uang tunai untuk membeli beras, agar anak-anak mereka bisa makan nasi seperti keluarga lainnya. Setelah itu kami pamit dengan berjuta pertanyaan di dalam kepala kami,” sebutnya kepada Waspada.

Dari sini, kata Akmal Daud, memanfaatkan sosial media. Di Facebook semua cerita yang didapatkannya di lapangan, disampaikan secara gamblang dan terang-terangan kondisi ril sebagian masyarakat Aceh Utara. Akmal berharap, dengan mengetahui kondisi seperti itu, Pemerintah Aceh Utara dan Pemerintah Aceh pada umumnya mau bergerak untuk membantu. Mungkin selama ini, mereka terlihat diam karena tidak memiliki informasi.

Selanjutnya, Akmal Daud juga berharap, dengan adanya informasi tersebut, ada orang kaya di Aceh Utara yang membantu, ada netizen yang tepat tinggalnya jauh mau menghibahkan sebagian hartanya untuk membantu. “Awalnya saya tidak yakin, usaha ini membuahkan hasil. Dengan tidak kami sangka-sangka, bantuan berdatangan dari mana-mana. Bantuan yang kami kumpulkan, kami serahkan sepenuhnya untuk penerima manfaat. Dari sini saya tahu bahwa masih banyak orang baik di dunia ini,” katanya.

Mendapat sambutan seperti itu, semangat bekerja untuk masyarakat terus berkobar hingga muncul rasa susah tidur jika belum membantu masyarakat miskin. Terus berpikir untuk membuat jaringan ke berbagai pihak. Dan usaha tidak mengkhianati hasil. Sesuai janji Allah, kalau kita berjalan sejengkal, maka Allah sehasta, kalau kita berjalan maka Allah berlari.

“Atas izin Allah dan berkat bantuan para donatur di media sosial baik yang berada di Aceh di luar Aceh bahkan di luar negeri. Bantuan terus berdatangan dan setiap bantuan yang kami terima langsung kami serahkan kepada yang berhak. Kami tidak mencari keuntungan di sini, tapi yakinlah, setiap berhasil membantu masyarakat miskin, muncul ketenangan batin dan ketenagan itu melebihi rasa senang,” akunya, sembari mengatakan, dia telah menjadi pekerja sosial sejak tahun 2009.

Atas pertolongan Allah SWT melalui para donatur, setiap tahun, kata Akmal, pihaknya berhasil membantu antara 100 hingga 200 kepala keluarga. Pada awalnya, bantuan difokuskan untuk membangun rumah bagi fakir miskin, namun sekarang telah berkembang untuk berbagai bantuan yang dibutuhkan masyarakat, mulai pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan berbagai bantuan lainnya.

“Cukup banyak sudah kita bantu orang sakit menahun dan tidak mendapatkan pertolongan medis karena miskin. Di sini saya ingin mengatakan, pemerintah memang tidak peduli dengan masyarakatnya. Cukup banyak masyarakat miskin yang membutuhkan uluran tangan mereka terbiarkan tanpa kepedulian.”

Mendengar cerita tersebut, Waspada bertanya tentang anggaran yang digelontorkan kepada masyarakat miskin, terutama bantuan rumah layak huni, Akmal Daud tidak membantah, kalau bantuan rumah layak huni ada di masyarakat, akan tetapi, rumah itu diberikan kepada mereka tidak layak menjadi penerima. Orang-orang itu mendapatkan bantuan karena memiliki hubungan atau jaringan dengan pemilik kekuasaan mulai dari tingkat gampong, kecamatan dan seterusnya.

“Yang benar-benar layak dan lemah dalam jaringan tidak tersentuh bantuan tersebut. Menurut saya, sistem yang mereka pakai selama ini harus dirubah, agar bantuan itu diterima oleh yang benar-benar berhak menerima. Lalu diawasi dengan baik,” sarannya.

Melalui Harian Nasional Waspada, Akmal Daud dan seluruh tim yang terlibat dalam kegiatan sosial ini mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada seluruh donatur, baik yang tinggal di Aceh, di luar Aceh dan bahkan di luar negeri di beberapa negara seperti Qatar dan Australia. Hingga saat ini, satu donaturpun belum dikenali oleh Akmal Daud dan tidak pernah bertatap muka dengan mereka.

“Saat kami ajak bertemu dengan mereka, mereka selalu menolak. Dan selama ini kami hanya berkomunikasi via telepon. Satu pesan mereka yang paling membekas di hati kami yaitu, Akmal Daud terus lanjutkan perjuanganmu, kami ada di belakang kamu, meskipun kita tidak saling kenal dan bertatap muka. Manfaatkan terus Facebook sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat,” ucap Akmal Daud mengenang pesan para donatur tersebut.

(Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I)

  • Bagikan