Anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang Secara Berjamaah Menuju Jeruji Besi

  • Bagikan
Gedung DPRK Aceh Tamiang. Waspada/Muhammad Hanafiah
Gedung DPRK Aceh Tamiang. Waspada/Muhammad Hanafiah

KOMISI I DPRK Aceh Tamiang diduga secara berjamaah merintis jalan menuju jeruji besi setelah mengumumkan nama-nama yang lulus sebagai komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tamiang, Jumat 14 Juli 2023 lalu.

Dimana Komisi I DPRK Aceh Tamiang mengumumkan kelima orang calon KIP Aceh Tamiang yang lulus, yakni Mauliza Wira Kesuma, SH, Kamardi Arif, Lindawati, M.Pd dan Rita Afrianti, 5.Rusli. Sedangkan lima cadangan, Prio Sumbodo,S.Kep, Muschsinullah, SH, M.Jafar Siddiq, Agus Syah Alam dan Muklis,S.Pd.I.

Sementara Komisi I DPRK Aceh Tamiang yang terdiri dari Miswanto (Ketua Komisi I), Sugiono Sukendar (Wakil Ketua), Dody Fahrizal (Sekretaris), Maulizar Zikri, Irwan Effendi, Erawati IS, Muhammad Saman masing-masing sebagai anggota Komisi I.

Anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang Secara Berjamaah Menuju Jeruji Besi
Lampiran pengumuman Komisi I DPRK Aceh Tamiang yang menggunakan stempel Ketua DPRK Aceh Tamiang yang dipublis medsos Setwan DPRK Aceh Tamiang, Jumat (14/7) malam. Foto Tangkapan Layar/Waspada

Amatan Waspada.id pasca pengumuman nama-nama yang digodok oleh Komisi I DPRK Aceh Tamiang tersebut menimbulkan kontroversial di mata publik, karena pengumuman tersebut disinyalir inkontisional. Bahkan berhembus isu ada kasus dugaan gratifikasi suap (sogok menyogok) yang besarnya sangat bervariasi mulai dari Rp300 juta sampai Rp400 juta yang diduga dimakan oleh oknum anggota dewan yang bertugas di Komisi I.

Hal itu tentu sangat bertentangan dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Diktum UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang merupakan implementasi dari diktum UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan Bebas KKN.

Memang terkait dugaan gratifikasi tersebut sulit untuk dibuktikan, ibarat kentut ada baunya tetapi sulit membuktikan yang kentut. Sama sulitnya, ketika mereka melakukan money politik untuk meraih suara pada Pemilu Legislatif, ada money politik tetapi sulit pembuktiannya secara langsung tentang pelakunya.

Namun, ada UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang memberikan kesempatan bagi kasus sogok-menyogok sebagai Whistle Blower untuk mengungkapkan kasus tipikor.

Selain itu, ada Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan kesempatan bagi Whistle Blower dan Justice Collaborator untuk bekerjasama dengan penyidik atau Aparat Penegak Hukum (APH) mengungkapkan kasus tindak pidana.

Bukan itu saja, whistle blower dan justice collaborator juga diperkuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Menurut Diktum isi SEMA disebutkan, whistle blower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.

Sedangkan justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Berdasarkan SEMA, tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.

Sedangkan SEMA bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi publik dalam mengungkap suatu tindak pidana tertentu tersebut. Salah satu acuan SEMA adalah Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) tahun 2003. Pada ayat (2) pasal tersebut dinyatakan, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.

Sedangkan pada SEMA ayat (3) pasal tersebut adalah, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan (justice collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini.

Untuk pembuktian kasus dugaan sogok-menyogok dalam rekrutmen calon komisioner KIP yang digodok oleh Komisi I DPRK Aceh Tamiang, tentu hanya pihak terkait dengan hal tersebut yang bisa membuktikannya. Terutama calon peserta seleksi yang sudah memberikan uang tetapi tidak lulus, mereka bisa sebagai Whistle Blower dan Justice Collaborator yang karena dilindungi oleh UU yang berlaku dan SEMA.

Bukan itu saja, tetapi pengumuman nama-nama tersebut yang diumumkan melalui media sosial elektronik akun FB Setwan DPRK Aceh Tamiang diduga terindikasi pembohongan publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Transaksi Elektronik.

Pasalnya, pengumuman nama-nama yang lulus dan cadangan tersebut ditandatangani Atas Nama (AN) Ketua DPRK Aceh Tamiang oleh Ketua Komisi I, Miswanto dan memakai stempel Ketua DPRK Aceh Tamiang dan diduga tanpa diketahui oleh Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto.

Jika memang benar Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto tidak mengetahui hal tersebut, maka Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto bisa melaporkan kasus pemalsuan dokumen tersebut ke Polres Aceh Tamiang sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHPidana.

Sedangkan publik yang merasa dibohongi bisa melaporkan kasus tersebut ke Polres Aceh Tamiang berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Transaksi Elektronik.

Selain itu, pengumuman nama-nama tersebut berdasarkan hasil rapat pleno yang digelar di luar gedung DPRK Aceh Tamiang sangat bertentangan dengan Peraturan DPRK Aceh Tamiang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRK Aceh Tamiang bagian ketiga waktu rapat, Pasal 99 ayat(4). Sehingga terindikasi Ketua Komisi I bersama anggotanya yang menggelar rapat di luar gedung DPRK Aceh Tamiang melanggar kode etik tentang Tata Tertib DPRK Aceh Tamiang tersebut, Jumat (14/7/2023).

Anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang Secara Berjamaah Menuju Jeruji Besi
Situasi di Gedung DPRK Aceh Tamiang pasca rapat pleno ditunda tanpa ada keputusan calon komisioner KIP Aceh Tamiang pada Rabu (12/7) pukul 01.30 dini hari. Waspada/Muhammad Hanafiah

Menurut isi Pasal 99 ayat 4, semua jenis rapat dilakukan di Gedung DPRK Aceh Tamiang, kecuali dalam kebutuhan tertentu atau darurat, rapat DPRK Aceh Tamiang dapat dilaksanakan di tempat lain yang ditentukan oleh pimpinan DPRK.

Sampai detik ini belum ada surat resmi yang diterbitkan oleh Polres Aceh Tamiang yang diterima Ketua DPRK Aceh Tamiang menyatakan situasi di Gedung DPRK Aceh Tamiang dalam keadaan darurat, situasi tidak kondusif, tidak aman, sehingga gedung DPRK Aceh Tamiang tidak bisa digunakan untuk rapat pleno.

Sampai saat ini juga Ketua DPRK Aceh Tamiang belum ada menerima surat pemberitahuan dari Pj. Bupati Aceh Tamiang, Meurah Budiman dan Kalak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang yang menyatakan situasi status di Gedung DPRK Aceh Tamiang dalam keadaan darurat (Kahar) siaga bencana ,sehingga gedung DPRK Aceh Tamiang tidak bisa digunakan untuk melaksanakan rapat pleno oleh Komisi I DPRK Aceh Tamiang.

Berdasarkan hal tersebut, maka Ketua dan anggota Komisi I terindikasi melanggar kode etik DPRK Aceh Tamiang dan pihak yang merasa keberatan dengan hasil rapat melanggar kode etik itu bisa membuat laporan resmi ke Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRK Aceh Tamiang wajib memproses kasus dugaan kode etik tersebut dan hasil proses oleh BKD wajib diumumkan oleh DPRK Aceh Tamiang agar diketahui publik, terutama masyarakat Aceh Tamiang.

Saat ini, berdasarkan keputusan hasil rapat komisi I yang disinyalir illegal tersebut dan bernuansa KKN itu masih menyisakan 2 tahap lagi yakni Rapat Badan Musyawarah untuk menjadwalkan sidang paripurna penetapan seleksi komisioner KIP Aceh Tamiang.

Kemudian, Sidang Paripurna untuk menerbitkan Surat Keputusan DPRK Aceh Tamiang untuk memutuskan nama-nama yang lulus dan cadangan sebagai Komisioner KIP Aceh Tamiang untuk diajukan kepada KPU Pusat sebagai tahapan penerbitkan Surat Keputusan (SK) sebagaimana tahapan yang diamanatkan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilih di Aceh.

Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut jika sudah selesai nantinya dilaksanakan oleh DPRK Aceh Tamiang, tentu saja akan menimbulkan dampak negatif bagi DPRK Aceh Tamiang jika terbukti dilakukan projustitia oleh aparat penegak hukum, maka mereka secara berjamaah merintis jalan menuju jeruji besi.

Terkait dengan kasus secara berjamaah merintis jalan menuju jeruji besi sebagai latar belakang Komisi I yang diduga illegal dalam sidang pleno dan mengambil keputusan kontraversial belum ada penjelasan resmi dari anggota dewan yang bertugas di Komisi I DPRK Aceh Tamiang.

Maulizar Zikri, anggota dewan yang bertugas di Komisi I yang berasal dari Partai Nasdem ketika dikonfirmasi Waspada,bSabtu (15/7) mengaku sedang berada di Jakarta ada rapat partai, namun menyatakan bukan dia yang mengambil keputusan meluluskan calon anggota KIP Aceh Tamiang.

Anggota dewan yang dari Partai Gerindra yang bertugas di Komisi I, Sugiono Sukendar ketika dikonfirmasi Waspada, Sabtu (15/7) melalui pesan WhatsApp menyatakan tidak bersedia memberikan penjelasan melalui WhatsApp, namun lebih baik dirinya memberikan penjelasan melalui telpon, namun sampai sampai Minggu (16/7) berulangkali Waspada meminta penjelasan melalui telefon dijawabnya nanti saja kita jumpa langsung untuk ngobrol-ngobrol.

Sementara Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Fadlon ketika dikonfirmasi Waspada melalui pesan WhatsApp hanya membaca ceklist biru, tetapi tidak ada ada jawaban.

Sedangkan Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto ketika ditanya Waspada, Sabtu (15/7) menjelaskan, dirinya tidak mengetahui anggota dewan Komisi I melaksanakan rapat di luar gedung DPRK Aceh Tamiang.

“Saya tidak mengetahui hal itu karena tidak ada izin dan pemberitahuan kepada saya sebagai Ketua DPRK Aceh Tamiang,” ungkapnya seraya menambahkan sesuai tata tertib DPRK Aceh Tamiang harus ada izin dari pimpinan yang menentukan tempat sidang pleno.

Kalau tidak ada izin, lanjutnya berarti melanggar kode etik DPRK Aceh Tamiang dan BKD yang harus menyikapi kasus itu.

Lagi pula, ungkap Ketua DPRK Aceh Tamiang itu, situasi di gedung DPRK Aceh Tamiang tetap kondusif, tidak ada surat resmi dari Polres Aceh Tamiang yang menyatakan situasi keamanan di gedung DPRK Aceh Tamiang tidak kondusif dan tidak ada surat dari Pemda yang menyatakan situasi di gedung DPRK Aceh Tamiang dalam keadaan status siaga bencana alam sehingga gedung DPRK Aceh Tamiang tidak bisa digunakan untuk rapat pleno.

“Silakan saja publik melaporkan kasus dugaan pelanggaran kode etik Komisi I ke BKD DPRK Aceh Tamiang,” ujar Suprianto.

Selain itu, imbuh Ketua DPRK Aceh Tamiang, dirinya juga tidak mengetahui tentang stempel Ketua DPRK Aceh Tamiang digunakan Komisi I.

“Tidak ada minta izin pada saya untuk gunakan stempel Ketua DPRK Aceh Tamiang seperti pengumuman yang disiarkan akun media sosial Fb Setwan DPRK Aceh Tamiang,itu berarti ada dugaan pemalsuan dokumen karena mencatur stempel Ketua DPRK Aceh Tamiang,” ungkap Suprianto seraya menambahkan dirinya sedang mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah hukum terkait hal tersebut.

Suprianto menyatakan, dirinya nanti akan membicarakan kasus ini dengan Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Fadlon dan Muhammad Nur. ”Nanti setelah kami pimpinan kologial DPRK Aceh Tamiang duduk rapat bersama dan hasil duduk rapat bersama dibuat berita acaranya dan diumumkan ke publik supaya masyarakat Aceh Tamiang dapat informasi tentang kasus ini,” tegasnya.

Suprianto menyatakan, dirinya kalau tentang adanya indikasi dugaan sogok-menyogok di Komisi I dalam seleksi rekrutmen KIP Aceh Tamiang tidak mengetahui. “Saya tidak mengetahui hal itu, namun isu yang beredar katanya ada indikasi dugaan sogok menyogok di Komisi I,” tegas Ketua DPRK Aceh Tamiang.

Suprianto juga menyatakan, dirinya belum bisa memberikan kepastian jadwal Bamus menetapkan sidang paripurna tentang penetapan keputusan DPRK Aceh Tamiang terhadap nama-nama calon anggota KIP Aceh Tamiang yang lulus dan cadangan untuk disampaikan ke KPU Pusat .

“Tunggu saja nanti setelah kami pimpinan DPRK Aceh Tamiang membahas bersama anggota Bamus DPRK Aceh Tamiang,” tegas Suprianto sambil menyatakan dirinya tidak mau masuk penjara gara-gara kasus ini karena ini menyangkut kredibilitas lembaga DPRK Aceh Tamiang yang nota bene DPRK Aceh Tamiang adalah amanat dari masyarakat Aceh Tamiang. WASPADA.id/Muhammad Hanafiah

Baca juga:

  • Bagikan