13,5 Juta Keluarga Jadi Prioritas Penurunan Stunting

  • Bagikan
13,5 Juta Keluarga Jadi Prioritas Penurunan Stunting

JAKARTA (Waspada): Sekira 13,5 juta keluarga berisiko stunting akan menjadi sasaran utama  Program Percepatan Penurunan Stunting (PPS).

Berdasarkan hasil Pemutakhiran Data Keluarga Indonesia tahun 2022, terdapat 13.511.649 keluarga berisiko stunting. Jumlah ini merupakan bagian dari 71.334.664 total jumlah seluruh keluarga di Indonesia. Di dalam keluarga berisiko stunting  juga termasuk di dalamnya adalah keluarga dengan kategori miskin ekstrem.

“Jangan sampai 13,5 juta keluarga berisiko stunting nantinya melahirkan anak-anak stunting. Maka, mereka menjadi  sasaran prioritas,” ujar Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd dalam diskusi terpumpun bersama media massa  dengan tema “September Jadi Penentu Stunting”, yang digelar BKKBN, Senin (11/9/2023), di Ruang Media Center BKKBN Pusat, Jakarta.

Selain menyasar pada keluarga berisiko stunting, Sukaryo Teguh menegaskan bahwa calon pengantin (catin) juga menjadi sasaran prioritas program PPS.

“Kenapa catin? Karena di situ hulunya.  Agar  pencegahan stunting benar-benar dimulai dari hulu. Pintu gerbang pertama adalah  catin. Bila  lolos, kita tangkap di ibu hamil. Sehingga kondisi bayi yang dilahirkan benar-benar sehat dan terbebas dari stunting,”imbuh Sukaryo Teguh.

Sukaryo menyebutkan kalau upaya PPS adalah kerja sama seluruh pemangku kepentingan, utamanya masyarakat sampai di akar rumput. Basis pencegahan stunting   difokuskan pada wilayah kecamatan hingga ke tingkat RT.

“Mengapa kecamatan bahkan sampai ke tingkat RT? Karena kedua wilayah ini merupakan  wilayah yang paling dekat dengan keluarga sekaligus pemerintah daerah,” sebut Sukaryo Teguh.

Di wilayah kecamatan inilah para petugas di lini lapangan bergumul dengan  tugasnya —  dibantu  para Pembina  Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan sub PPKBD —  melakukan sosialisasi, penyuluhan dan pelayanan.

Saat ini sedikitnya terdapat 14.000 Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Mereka tersebar di berbagai pelosok dan dalam menjalankan tugasnya  dibantu PPKBD atau kader KB yang jumlahnya jutaan. Cukup efektif karena PPKBD, yang telah mengantarkan program KB menggapai sukses,  menyebar hingga tingkat RT/RW di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam program PPS, para PLKB dan relawan kader KB ini dibantu oleh 593.137 personil yang tergabung dalam 200.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tim ini terdiri atas bidan, kader PKK dan juga kader KB.

Fungsi dari masing-masing anggota TPK berbeda, tetapi memiliki tujuan sama, yakni memberikan pendampingan pada keluarga risiko stunting (KRS). Bentuknya berupa penyuluhan dan edukasi.

“Banyak keluarga belum tahu stunting dan bagaimana cara mencegahnya. Karena tidak semua keluarga mampu menjangkau pelayanan yang mereka butuhkan,” jelas Sukaryo Teguh.

Salah satu tugas yang diemban  TPK adalah memastikan bantuan yang disalurkan tepat sasaran dan diterima KRS dengan baik. Seperti bantuan telur yang benar-benar harus di makan oleh anak stunting atau berpotensi stunting, bukan oleh anggota keluarga yang lain.

“Tugas TPK adalah melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan program sehingga tepat sasaran dan tepat manfaat,” tutur Sukaryo Teguh.

Berdasarkan Rencana Strategis BKKBN 2020-2024, target keluarga risiko stunting yang mendapat pendampingan TPK  sebesar  90 persen dari total KRS yang ada.

Selain faktor spesifik terkait stunting, di antaranya pemberian ASI eksklusif, Sukaryo Teguh juga mengatakan bahwa faktor sensitif mengambil peran 70 persen atas terjadinya kasus stunting.

Mengutip data yang ada, Sukaryo Teguh mengatakan 3,8 juta keluarga memanfaatkan  sumber air tidak layak, dan 6,7 juta keluarga menggunakan jamban tidak layak. Ini berdasarkan hasil Pendataan Keluarga 2022.

Sukaryo Teguh juga mengungkap bahwa hampir 100 persen kepala daerah menyatakan berkomitmen terhadap proram PPS. “Bupati dan walikota bicara stunting, itu luar biasa. Ini menunjukkan komitmen mereka,” tutur Sukaryo Teguh.

Hingga  Semester I/2023, Pemerintah Provinsi yang telah  mengalokasikan APBD untuk PPS mencapai 79 persen. Sementara di tingkat kabupaten/kota sebesar 80 persen.

Optimistis Target Dicapai

Program Manager Sekretariat Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, Ipin ZA Husni mengatakan optimistis target penurunan stunting menjadi 14 persen  di 2024 akan terealisasi.

“Melihat stunting pernah turun 3,1 persen di tahun 2018 – 2019 dan 2,8 di 2021-2022, di mana ketika itu  sarana pendukung dan komitmen pemerintah tidak selengkap dan sekuat sekarang dan ditambah adanya Covid, maka saya optimis penurunan prevalensi stunting  sebesar 3,8 persen per tahun di waktu yang tersisa  akan terealisasi. Sehingga target 14 persen akan dicapai di 2024,” papar Ipin.

Optimisme Ipin dilatarbelakangi adanya keterlibatan 19 kementerian dalam program PPS. Selain juga didukung keterlibatan langsung ratusan ribu  petugas yang tergabung dalam Tim Pendamping Keluarga dan Tim Percepatan Penurunan Stunting.

“Dengan infrastruktur yang begitu lengkap, bukan hal mustahil penurunan stunting 3,8 persen per tahun bisa kita raih. Syukur lebih,” ujar Ipin.

Kata Ipin, ada lima pilar strategi nasional percepatan penurunan stunting yang dimassifkan  BKKBN dan mitra kerja. Yakni, komitmen berkelanjutan dari para pemimpin, peningkatan literasi masyarakat, konvergensi dan keterpaduan lintas sektor, pemenuhan gizi yang tepat, dan penguatan sistem pemantauan dan evaluasi.

“Apa yang dilakukan  tidak mungkin dilaksanakan mulus manakala tidak didukung kebijakan di semua lini,” ujar Ipin, dengan mengingatkan bahwa dalam pemeringkatan terkait  ‘Intelligence Quotient’ (IQ), Indonesia berada di  bawah Vietnam, Kamboja hingga pun Laos.

“Betapa besar pengaruh stunting terhadap suatu bangsa. Ini masalah kesehatan dan kecerdasan. Karena itu, zero stunting yang didengungkan sejumlah pemerintah daerah menjadi penyemangat untuk bersama menurunkan prevalensi stunting di masing-masing daerah,” pungkas Ipin. (J02)

  • Bagikan