Terbitkan Buku Biografi, Ary Ginanjar Blak-Blakan Soal Kiat Hadapi Krisis Kehidupan

- Tips
  • Bagikan
Terbitkan Buku Biografi, Ary Ginanjar Blak-Blakan Soal Kiat Hadapi Krisis Kehidupan

JAKARTA (Waspada): Dalam menghadapi badai dan krisis kehidupan, pendiri ESQ, Ary Ginanjar Agustian ternyata punya kiat unik nan tersendiri. Hal itu diungkapkan Ahmad Fuadi, penulis buku ‘Hamba Sang Maha Cahaya’. Buku tersebut merupakan biografi Ary Ginanjar Agustian.

“Semua orang pasti mengalami, tapi yang berbeda Pak Ary menemukan cara menjinakkan topan badai, cara belajar dari krisis dengan keunikan-keunikannya dan ketika sampai pada satu titik, saya berpikir apa ya sebetulnya kunci Pak Ary bisa melewati itu yang kemudian teringat sama saya, ini nggak ada yang bisa membantu selain cahaya dari sumber cahaya terbesar sang maha cahaya,”ujar Ahmad Fuadi saat soft launching buku di Main Stage Indonesia Internasional Book Fair (IIBF) Hal 1 ICE BSD, Jumat (29/9/2023).

Fuadi menuturkan, ada tiga krisis utama dalam kehidupan sosok Ary Ginanjar Agustian, pertama krisis saat masa kecil, yakni galau saat SD yang mempertanyakan al-Qur’an ini apa, tuhan itu seperti apa, dan lainnya. Kedua, krisis setelah berkeluarga, dan ini krisis juga cukup berat. Ketiga, krisis yang berhubungan dengan ESQ, bisnis, kabar dari semenanjung Malaya yang kalau orang biasa mengalaminya mungkin saja kepalanya remuk dan hatinya hancur tapi di sini ada kekuatan cahaya.

“Menurut saya, sayang sekali ya cerita Pak Ary, itu nggak dituliskan hanya diceritakan, Pak Ary sering bercerita di training ESQ, sangat sayang kalau hanya lewat cerita lisan,” ucapnya.

“Pertama, ini story yang sangat layak untuk dibaca ulang dan kita ambil manfaatnya. Kedua, saya belajar banyak dalam proses ini, belajar banyak langsung dari Pak Ary. Dan ketiga, mudah-mudahan menuliskan ini bisa jadi amal yang bermanfaat, dan bisa jadi ilmu yang bermanfaat yang membawa kebaikan buat kita . Pada kesempatan itu Ary Ginanjar mengatakan bukunya ini memuat tentang air mata, keresahaan anak manusia, pertanyaan yang tidak dijawab, kemudian makna kehidupan, dan tentang kehancuran, serta kejatuhan ketika sendirian.

“Awalnya saya ragu, pertanyaannya apakah saya siap menceritakan hal-hal yang gelap yang selama ini saya sembunyikan, hal-hal yang sangat menyakitkan yang selama ini saya rahasiakan, orang hanya tau permukaan 5 persen, 90 persen kehidupan saya tidak pernah saya ungkapkan,” ujar Ary Ginanjar.

“Apakah benar saya harus menulis buku ini, apakah tepat buku ini saya tulis karena saya ragu, kenapa tidak dirahasiakan aja semua kisah-kisah ini, akhirnya entah bagaimana seperti tertuntun saja,” imbuhnya.

Dalam proses perjalan penulisan buku tersebut, Ary Ginanjar mengungkapkan tidak mudah untuk menggali kisah-kisah dalam hidupnya mulai dari kecil yang sudah termakan oleh waktu, namun penulis Ahmad Fuadi mampu secara presisi mengangkat hal tersebut.

“Kisah perjalanan hidup itu yang tadinya seperti puzzle-puzzle yang berserakan gitu ya, puzzle saya dulu di SD, bahkan puzzle saya ketika dulu di TK, kemudian hobinya memanjat tangga selalu jatuh, naik ke atas genteng, hobinya mencari, ternyata itu semua sebuah proses yang dibuat sedemikian rupa untuk melakukan sebuah perjalanan yang panjang ke depan yang pada akhirnya itu terjawab,” ungkap Ary Ginanjar.

“Ketika menemukan cahaya itu, saya merasa bahwa pencarian sudah selesai, tapi ternyata episodenya berulang lagi dan tidak pernah selesai sampai saya bertemu cahaya yang paling terang, cahaya di atas cahaya itu. Nah itulah yang menjadi perjalanan kehidupan, sehingga siapapun sebenarnya adalah hamba cahaya, cuma ada yang tidak ketemu dan ada yang ketemu, dan buku ini mungkin juga bermanfaat. Pada akhirnya manusia harus mampu menemukan cahaya di balik kegelapan itu,” tambahnya.

Ary Ginanjar juga bercerita, saat bukunya telah rampung Ia tidak mau membacanya, dibiarkan begitu saja, dan hanya diletakkan di atas meja saking engganya untuk membaca karya tersebut.

“Akhirnya saya pergi haji di tahun 2023 kemarin, nah inilah saatnya saya baca buku, jadi saya baca buku dalam perjalanan haji di pesawat saat semua orang tidur karena gelap, saya sendiri baca 10 jam, saya menangis sendirian di pesawat. Dalam buku itu saya bilang kasihan sekali orang ini, saya menangis melihat nasib manusia yang ada di buku itu, saya ngak tahan, kok masih hidup itu loh dia dalam perjalanan yang sangat berat,” ungkapnya.

Saat di pesawat dalam perjalanan haji, dirinya membayangkan sambil menangis bagaimana jika Ibu dan Istrinya memiliki anak atau suami yang nasibnya kurang mujur seperti saat itu, biasanya jika membaca buku satu bab sudah ditutup, tidak dengan ini, dari awal sampai akhir dirinya membaca sampai selesai.

“Saya bukan seperti membaca kisah hidup saya, tetapi membaca seseorang yang ada di sana dan sangat mengasihani orang itu, lalu saya bawa ke Padang Arafah saya berdzikir untuk buku ini, tidak sadar saya dzikir 3 jam asmaul husna, saya bacakan supaya buku ini memberi manfaat kepada siapa saja yang membacanya,” terangnya.

Bahkan dalam satu kesempatan, Ary Ginanjar pernah mengungkapkan akan kerisauan dalam dirinya kepada ayahandanya (alm. Abdu Rohim Agustjik) saat itu, dengan jawaban bahwa jika menjadi sosok Ary Ginanjar Agustian tidak akan kuat bahkan bisa menjadi gila karena beban yang dihadapinya.

“Ketika saya dalam ujian kesendirian saat proses pencarian, ada moment di mana Ibu saya ada di sebelah kiri, Bapak saya di sebelah kanan, kemudian Bapak Ibu saya takut saya bunuh diri gitu, kemudian menjaga. Kaki saya katanya sudah nendang-nendang, kalau kaki nendang- nendang lagi tidur itu tandanya stress, tapi Ibu tetap menemani saya saat itu. Kemudian itulah sebuah proses pencarian mempertanyakan hidup itu apa, kalau saya menikah lalu untuk apa, hidup cari uang, kalau cari uang untuk apa, dan lalu kalau mati untuk apa gitu,” katanya.

Sementara itu, Direktur Utama Republika, Arys Hilman Nugraha sangat merasa terhormat karena bisa ikut berkontribusi dalam melahirkan buku ini.

“Mudah-mudahan kita bisa dengan salah satunya adalah buku Pak Ary, kita bisa kembali mengajak masyarakat kita setelah pandemi ini untuk membaca buku, It’s time to read,” harapnya.

Turut hadir dalam kegiatan soft launching ini Ketua Dewan Pembina ESQ, Sekjen FKA ESQ I Made Dana Tangkas, Wakil Ketua Umum FKA-ESQ, Komjen Pol. (Pur) Nanan Soekarna, Ketua Dewan Penasihat FKA-ESQ Pusat Laks. TNI (Purn) Ade Supandi, Mantan Kepala BNPT (2016-2020) Komjen. Pol. (Purn.) Suhardi Alius, Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar (Ketum PB MA) Kiai Haji Embay Mulya Syarief, Oma Ana Rohim Agustjik ibunda Ary Ginanjar, sang istri Linda Damayanti , jajaran pimpinan dan Mahasiswa ESQ Business School, jajaran Pengurus ESQ Group, dan keluarga serta kolega dari Ary Ginanjar Agustian.(J02)

  • Bagikan