Indonesia Terima Rp303 Miliar Pembayaran Pertama Pengurangan Emisi Untuk Hutan Di Kaltim

  • Bagikan
Belum Ada Rekomendasi MPU Terkait Masjid Hadijah
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRK Aceh Tamiang dengan Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Kab.Aceh Tamiang, Selasa (7/2). Waspada/Ist

JAKARTA (Waspada): Pemerintah Indonesia telah menerima pembayaran pertama dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) – Carbon Fund sebesar USD 20,9 Juta atau setara Rp303 miliar melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan pembayaran secara penuh (USD 110 Juta, hampir senilai RP 1,7 triliun) akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor independen).

Penandatanganan Kerja Sama (PKS) dari Program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) – Carbon Fund dengan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dilakukan bersamaan pada penyerahaan penghargaan Adipura di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (28/02/2023).

Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto menjelaskan penyaluran dana kompensasi tersebut sebesar Rp110 miliar melalui skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Rp150 miliar akan disalurkan ke 441 desa di Kaltim melalui lembaga yang ditunjuk Pemprov Kaltim.

Pada kesempatan ini, Gubernur Kaltim H Isran Noor mengatakan, masyarakat di Kaltim adalah jantung dan pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan.

Untuk itu pemerintah akan memastikan semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat, dan hasil jangka panjang program dan pembayaran ini.

“Termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Isran.

Melalui kerja sama ini, Provinsi Kaltim menerima pembayaran berbasis kinerja atau Result Based Payment (RBP) Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut, plus (REDD+) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak.

Penandatanganan PKS dilakukan antara Direktur Utama BPDLH, Djoko Hendratto, dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kabupaten dan kota dilingkup Prov Kaltim.

PKS ini dilakukan untuk pembayaran advance payment RBP REDD+ FCPF Carbon Fund.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, Gubernur Kaltim, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), dan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, turut menyaksikan penandatangan PKS ini.

Pelaksana kegiatan program FCPF meliputi Pemerintah Provinsi Kaltim, Kota Balikpapan, Kabupaten Mahakam Ulu, Berau,Paser, Kutai Barat, Penajam Paser Utara, Kutai Timur, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan, serta peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya manusia.

Pemda Lain Bisa Ikuti Kaltim

Menteri LHK, Siti Nurbaya menjelaskan, target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri pada Updated NDC (UNDC) sebesar 29% meningkat ke 31,89% pada ENDC. Sedangkan target dengan dukungan internasional pada UNDC sebesar 41% meningkat ke 43,20% pada ENDC.

Lebih lanjut dalam sambutannya, Menteri Siti Nurbaya menyatakan, peningkatan target tersebut didasarkan kepada kebijakan-kebijakan nasional terakhir terkait perubahan iklim, seperti kebijakan sektoral terkait, antara lain FOLU Net-sink 2030, percepatan penggunaan kendaraan listrik, kebijakan B40, peningkatan aksi di sektor limbah seperti pemanfaatan sludge IPAL, serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri.

“Sebagai bagaian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK juga mengembangkan zero waste zero emission. Kita di 2030 ditarget mengurangi emisi hingga 800 juta ton. Kalau 2060 kira-kira 1,8 giga ton,” katanya.

Menteri Siti menambahkan, dengan insentif dalam kaitan iklim ini, kita punya peluang yang besar untuk berperan dalam proses pengendalian perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim masalah global, karena itu peran kepala daerah besar sekali di sini.

Perubahan iklim banyak aspeknya seperti pembinaan tata wilayah, tata daerah dan itu luas sekali.

“Maka indonesia memberikan komitmen yang diperkuat yaitu pengurangan emisi gas rumah kaca,” katanya.

Di podium, Menteri Siti bertanya pada hadirin yang sebagaian besar kepala daerah, tahukah bapak dan ibu yang dibayarin itu apa? Lalu Menteri Siti menyebut yang dibayarkan itu adalah karena Pemerintah Daerah mengerjakan sesuatu yang sangat baik untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Apa sesuatu yang baik itu? Studinya, langkahnya, penegakkan hukumnya. Saya terus menyemangati soal ini karena saya mengikutinya sejak 2016,”ujarnya.

Menteri LHK yakin, semua Pemda bisa berhasil seperti Kaltim, apalagi bupati atau walikota masih muda-muda, rata-rata 30-40 tahun usianya. Jadi kita bisa bersma-sama mengembangkan ini, Yang penting pekerjaannya kita jalankan.

Seperti diketahui, BPDLH sebagai channeling dana FCPF-Carbon Fund tersebut diharapkan dapat memastikan dana yang dikelola sesuai dengan mandat dan peruntukkannya secara transparan dan akuntabel mengacu pada Dokumen Benefit Sharing Plan yang telah disusun Pemerintah Indonesia dan disampaikan ke World Bank pada Oktober 2021.

Adapun peruntukkan dana tersebut ditujukan untuk; Responsibility cost (25%) meliputi operasionalisasi pelaksanaan program FCPF Kaltim dan insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi pada pengurangan emisi lingkup Provinsi Kaltim, kemudia untuk performance cost (65%)-sebagai pembiayaan atas kinerja pengurangan emisi, rewards (10%) yang akan diberikan ke desa-desa dan masyarakat hukum adat yang mempunyai komitmen untuk tetap menjaga tutupan hutan di Provinsi Kaltim.

Dari dana advance payment tersebut, yang akan disalurkan ke Provinsi Kaltim sebesar 260 miliar rupiah, dengan mekanisme penyaluran melalui APBD sebesar 110 miliar rupiah dan melalui Lembaga Perantara (yang ditunjuk Pemerintah Provinsi Kaltim) sebesar 150 milyar rupiah.

Anggaran yang disalurkan melalui APBD ditujukan untuk mendukung implementasi FCPF-Carbon Fund melalui penguatan kebijakan dan kapasitas institusi dan SDM serta operasionlisasinya untuk pemerintah provinsi dan delapan pemerintah kabupaten atau kota.

Untuk yang disalurkan melalui Lembaga Perantara akan disalurkan ke masyarakat di 441 desa yang ada di tujuh kabupaten dan satu kota di Kaltim.

Sebagian dana yang diterima pemerintah Indonesia di tingkat pusat (KLHK) akan digunakan untuk penguatan kebijakan REDD+ di tingkat nasional.

Alokasi manfaat untuk Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi Kota Balikpapan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penandatanganan kerja sama ini merupakan momen pertama bagi Provinsi Kaltim untuk menerima pembayaran berbasis kinerja (RBP) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak yaitu 441 desa di 7 Kabupaten dan 1 Kota.

Capaian Provinsi Kaltim dalam penerimaan RBP ini diharapkan dapat menjadi stimulan dan dapat digunakan sebagai pembelajaran serta diaplikasikan bagi provinsi yang mempunyai komitmen dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).(rel/J05)

  • Bagikan