Waketum Kadin Aceh, Jailani, SE: “Aceh Kaya SDA Miskin SDM”

Laporan: Maimun Asnawi, S.Hi.,M.Kom.I

  • Bagikan
Kunjungan Tim Konsorsium Politeknik Penguatan Kemitraan Vokasi Aceh untuk melihat langsung salah satu usaha manufaktur terbaik Aceh di Gampong Tanjung, Kabupaten Aceh Besar, Selasa (13/11). Waspada/Ist
Kunjungan Tim Konsorsium Politeknik Penguatan Kemitraan Vokasi Aceh untuk melihat langsung salah satu usaha manufaktur terbaik Aceh di Gampong Tanjung, Kabupaten Aceh Besar, Selasa (13/11). Waspada/Ist

Data dari berbagai sumber yang dihimpun Waspada menyebutkan, Provinsi Aceh digambarkan bak sekeping tanah dari surga. Betapa tidak, provinsi dengan luas 58.375,63 kilometer persegi dan didiami oleh penduduk sekitar 5.096.248 jiwa itu konon katanya memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah.

Dikabarkan, Provinsi Aceh yang memiliki 18 kabupaten, 5 kota, 276 kecamatan dan 6.455 gampong (desa) itu merupakan daerah penghasil gas alam, minyak bumi, perak, emas dan batu bara. Semestinya, berbagai sumber daya alam (SDA) itu bisa dimanfaatkan oleh pemerintah setempat untuk mengangkat aktivitas ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya.

Namun pada kenyataannya, provinsi yang pernah dinobatkan sebagai daerah istimewa itu mendapat gelar baru dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai provinsi paling miskin di Pulau Sumatera. Juga sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2021, data yang dikantongi BPS menyebutkan, angka kemiskinan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tercatat 15,43 persen. Sedangkan pada tahun sebelumnya 15,01 persen.

Karena ketidakberdayaan Gubernur Aceh ketika itu, kondisi kemiskinan di Provinsi Aceh tidak pernah dapat disembuhkan dan itu terjadi bertahun-tahun lamanya, terhitung sejak tahun 2005 hingga saat ini, tetap mendapat predikat sebagai provinsi paling miskin di Pulau Sumatera.

Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa Aceh adalah provinsi penghasil Migas terbesar pada tahun 1970-an dan melegenda dengan PT Arun Natural Gas Liquefaction yang biasa disingkat NGL. Kenyataan ini menjadi ironi dengan penobatan Provinsi Aceh sebagai provinsi paling miskin di Pulau Sumatera.

Minyak dan Gas (Migas) yang diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil selain digunakan bahan baku pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM),pembangkit listrik juga diekspor ke Jepang dan Korea. Kenyataan inilah yang membuat masyarakat Aceh komplain terhadap BPS yang mengklaim Aceh miskin. Menurut masyarakat, Aceh sengaja dimiskinkan.

Wakil Ketua Umum Kamar dagang Indonesia (Kadin) Provinsi Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi, Jailani, SE mengatakan, Aceh memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Namun Jailani tidak merincikan apa-apa saja kekayaan alam yang dimaksud olehnya.

Jika seluruh potensi kekayaan alam itu dikelola dengan konsep penguatan Sumber Daya Manusia (SDA) dan sinergisitas melalui kemitraan antara kampus vokasi, pemerintah dan dunia usaha/dunia industri, maka diyakini Aceh akan mengalami kebangkitan ekonomi dari kondisi terpuruk menjadi provinsi maju di Indonesia.

“Aceh memiliki potensi yang melimpah dengan prospek ekonomi yang menjanjikan. Namun harus disiapkan daya dukung yang kuat yaitu daya dukung SDM berkualitas dan daya dukung infrastruktur serta penguatan dunia usaha dan industri melalui kapitalisasi dan investasi,” sebut Jailani pada kegiatan kunjungan salah satu usaha manufaktur terbaik Aceh di Gampong Tanjung, Kabupaten Aceh Besar, Selasa (13/11).

Gampong Tanjong, Aceh Besar itu dikunjungi oleh Tim Konsorsium Politeknik Penguatan Kemitraan Vokasi Aceh yang terdiri dari perwakilan Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) dan Politeknik Aceh. Tim tersebut turut didampingi oleh Wakil Ketua Umum Kmar daging Indonesia (Kadin) Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi Teuku Jailani, SE dan Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Hanafiah SHI.

Masih menurut Jailani, pendidikan dan pelatihan vokasi yang sesuai demand driven akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar di Aceh. Pada sisi lain industri-industri pengolahan komoditi potensi utama daerah seperti komoditas pertanian, perkebunan dan perikanan akan lebih produktif dan tumbuh lebih optimal. Pada titik ini akan hadir multiplier efek bagi perekonomian daerah.

“Intinya, kolaborasi dan sinergitas kemitraan harus hadir dan harus dibangun mulai dari entitas yang berada di hulu, proses produksi, sampai kepada entitas yang berada di hilir, “dari pucok krueng sampo u kuala,”ungkapnya dalam diskusi singkat di lokasi workshop Consist Product.

Humas Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL), Ir Muhammad Hatta kepada Waspada melalui siaran pers yang dikirim pihaknya menyebutkan, kunjungan Tim Konsorsium Politeknik Penguatan Kemitraan Vokasi Aceh merupakan tindak lanjut untuk penyusunan workforce planning dan innovation planning untuk menghasilkan policy brief.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Penguatan Ekosistem Kemitraan Vokasi Aceh Ir. Sariyusda, MT menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas support dan atensi Kadin Aceh.

“Alhamdulillah, Kadin Aceh sangat mensupport program penguatan ekosistem kemitraan vokasi Aceh,” ucap Wakil Direktur III Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Sistem Informasi PNL itu.

Masih menurut Sariyusda, Tm Konsorsium melakukan riset dan collecting data pada berbagai entitas vokasi, baik lembaga vokasi maupun praktisi industri, menganalisa dan membuat rumusan-rumusan untuk mendukung penyusunan workforce planning dan innovation planning sesuai potensi utama daerah dalam upaya mengasilkan policy brief.

Dari komentar Wakil Ketua Umum Kadin Aceh, Jailani tersimpulkan, Aceh memiliki potensi kekayaan alam (SDA) yang melimpah. Namun Aceh miskin Sumberdaya Manusia (SDM). Kondisi inilah yang menyebabkan Aceh tetap miskin dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS). WASPADA.id

  • Bagikan