“Darah Muda” Bisa Apa?

  • Bagikan
"Darah Muda” Bisa Apa?

Oleh Feri Irawan, S.Si., MPd

…orang muda sebagai penyeimbang dan merasionalkan kepada kaum awam atau masyarakat biasa. Orang muda memiliki energi, semangat, dan ide-ide segar yang memungkinkan mereka untuk menjadi katalisator perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Katakan pada masyarakat, bahwa di elit politik tidak ada kawan dan lawan abadi…

Saat ini, kita terfokuskan pada dua peristiwa besar yang menarik perhatian publik. Pertama, publik menyambut datangnya pesta sepakbola terbesar sejagad Asia yakni Piala Asia di Qatar, 12 Januari hingga 10 Februari 2024, yang melibatkan Indonesia dan langganan piala dunia dari negara-negara Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Iran, Australia, sampai Arab Saudi.

Kedua, rakyat Indonesia yang memiliki hak memilih akan menunaikan hajatan demokrasi paling akbar di seluruh dunia bertajuk pemilihan umum (pemilu), dimana di dalamnya terdapat dua proses, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), tepatnya 14 Februari 2024. Kedua peristiwa tersebut menjadikan anak muda sebagai titik fokus. Mengapa demikian?

Timnas Darah Muda

Bagi Indonesia, Piala Asia ini sangat berarti karena inilah untuk pertama kalinya, anak-anak muda Indonesia tampil di babak 16 besar pentas asia. Lolosnya Indonesia ke babak 16 besar Piala Asia Qatar 2024 disambut meriah para pendukung di seantero Indonesia Raya. Pasukan Sin Tae-Yong yang awalnya diragukan, kini mencatat sejarah. Sebelumnya, Indonesia pernah lolos empat kali ke Piala Asia. Indonesia berpartisipasi pada edisi 1996, 2000, 2004, dan saat menjadi tuan rumah pada 2007. Hasilnya, Indonesia selalu mentok di fase grup.

Pada Piala Asia kali ini, sebanyak 24 negara berhasil mengirimkan timnya untuk berlaga di pentas akbar Asia ini. Walau ‘timnas darah muda’ gagal melaju ke perempat final, rakyat Indonesia tentunya sangat antusias menyaksikan anak-anak mudanya tampil dengan percaya diri menghadapi tim-tim kuat Asia.

Statistik ini semakin menarik manakala dihadapkan pada rataan usia pemain Indonesia. Berdasarkan data Transfermarkt, rata-rata usia pemain yang membela timnas Indonesia di Piala Asia 2024 sebesar 22,5 tahun. Alhasil, Indonesia menjadi tim termuda yang berpartisipasi di Piala Asia 2024. Kesimpulannya, Piala Asia Qatar 2024 menjadi milik anak-anak muda yang meskipun minim pengalaman, kekuatan “darah muda” ini, mereka bisa terbang sampai 16 besar bermodalkan semangat dan gairah bermain tetap mampu mencetak gol ke gawang lawan.

Betapa tidak, kita menyaksikan suguhan optimisme akan masa depan ketika anak-anak muda begitu bersemangat bermandikan keringat bertarung layaknya gladiator menunjukkan sekaligus membuktikan kesiapan dan kehebatan mentalitas mereka berada di bawah sorotan kamera dan mata dunia dalam panggung Piala Asia.

Darah Muda Pemilih Rasional

Di kancah politik, juga terjadi gejala yang sama. Usia pemain muda tak hanya berlaku di sepak bola, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), anak muda menjadi kelompok pemilih terbanyak pada 14 Februari 2024 mendatang. Generasi muda berusia usia 22-30 tahun akan mendominasi pemilih secara nasional, dengan porsi 56%, atau sekitar 114 juta. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muda ini sangat penting. Karena jumlahnya lebih dari 50 persen pemilih.

Jumlah pemilih muda yang sangat signifikan ini tentu menjadi incaran banyak partai politik. Fakta ini membuat pemilih muda memegang peran besar yang bisa menentukan hasil pilpres dan pileg dan memastikan masa depan negara lima tahun ke depan. Pemilih muda diharapkan memberikan kontribusi positif, berperan aktif, dan menjadi pemilih cerdas bagi kemajuan Indonesia. Ekspektasinya, pemilih muda yang masih memiliki idealisme yang tinggi ini bisa menyatakan bagaimana berpolitik yang bersih, tanpa money politic, tanpa hoaks dan tanpa ujaran kebencian.

Faktanya, jelang Pilpres terlihat jelas bagaimana rivalitas antar calon (pasangan calon) atau antar partai politik menjadi isu utama. Apalagi peta politik saat ini masih kendala dengan fanatisme figur. Lazimnya hoax timbul dari pemilih yang fanatik. Sikap fanatik itu dapat menganggap apapun yang dilakukan menjadi benar. Saking fanatiknya dengan salah satu calon, maka akan mensucikan apapun yang dia lakukan.

Seseorang yang memiliki sikap fanatik akan mampu mengalahkan sikap rasionalnya sehingga lahirlah politik identitas. Padahal sikap fanatik terhadap figur tertentu akan berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi. Ditambah lagi dengan politik identitas yang muncul dari daerah-daerah yang berbasis adat budaya dan tradisinya masih kuat.

Di sinilah pentingnya peran orang muda sebagai penyeimbang dan merasionalkan kepada kaum awam atau masyarakat biasa. Orang muda memiliki energi, semangat, dan ide-ide segar yang memungkinkan mereka untuk menjadi katalisator perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Katakan pada masyarakat, bahwa di elit politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Bermain di dua kaki, atau pindah kubu politik adalah hal biasa. Mereka ada di dimensi yang jauh berbeda dengan kita.

Tentunya Indonesia membutuhkan generasi muda yang berani, bijak, dan memiliki imajinasi, serta mimpi besar untuk mengubah hal-hal yang perlu diubah dan mempertahankan hal–hal yang sudah baik.

Sejarah masa lampau Indonesia, ditorehkan oleh banyak orang muda yang memiliki semangat dan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan dan masa depan yang lebih baik bagi bangsa. Orang muda ini mengisi Indonesia dengan cerita apik, heroik, dan luar biasa. Lihat Soekarno, Hatta, M Yamin, Sjahrir, Moh Hatta dan anak muda lain.

Islam sendiri mendorong orang muda untuk terlibat dalam urusan publik, dan menjadi pemimpin. Dorongan ini akan banyak sekali kita jumpai dalam pelbagai ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an, dan juga di hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan tentang pentingnya kepemimpinan dan peran pemuda dalam masyarakat.

Berfikir Jernih & Positif

Pada tahun politik 2024 kita telah dipertontonkan dengan bagaimana sengitnya pertarungan politik antara tiga kubu bertarung di kontestasi politik kedepan, dimana banyak sekali dinamika yang terjadi seperti melontarkan isu lewat media-media yang bertujuan untuk saling menekan lawan. Berbagai teknik diterapkan, bahkan terlihat sangat vulgar, jauh dari norma, penuh fitnah dan propaganda. Informasi dengan mudah di bagikan setiap hari setiap menit untuk mengubah minset seseorang tentang calon presiden yang akan dipilihnya. Inilah Pilpres yang paling banyak menyedot emosi publik. Berbagai kalangan, ikut ambil bagian membangun opini. Di dunia maya pun tak kalah seru. Netizen dari ketiga kubu gencar beradu argumentasi, bahkan melakukan praktek-praktek kampanye hitam untuk menjatuhkan calon salah satu kubu.

Sebagai bangsa yang sudah 73 tahun merdeka, harusnya masyarakat Indonesia juga sudah mampu untuk dewasa dalam berdemokrasi. Jika kita mampu berfikir secara jernih dan positif, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pasangan calon memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kekurangannya masing-masing.

Tinggal bagaimana pendukung dari ketiga kubu mampu dewasa untuk saling bermawas diri terhadap kekurangan yang ada untuk memperbaiki agar calon pemimpin yang mereka perjuangkan dapat terlihat sempurna dihadapan rakyat Indonesia. Makanya gelaran Piala Asia 2024 menjadi tayangan penyegar untuk masyarakat Indonesia di tengah ingar bingar oleh kebisingan politik, oleh bermacam-macam isu, kampanye hitam, tudingan, cacian, fitnah dan hoaks.

Penulis adalah Kepala SMK Negeri 1 Jeunieb Kab. Bireuen

  • Bagikan