Diplomasi Budaya Lewat Buku Bermutu,Indonesia Hadir di Frankfurt Book Fair 2023

  • Bagikan
Diplomasi Budaya Lewat Buku Bermutu,Indonesia Hadir di Frankfurt Book Fair 2023

JAKARTA (Waspada): Indonesia kembali berpartisipasi pada gelaran Frankfurt Book Fair (FBF) 2023 di Kota Frankfurt Jerman, pada 18-22 Oktober mendatang. Delegasi berjumlah 15 orang yang merupakan perwakilan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan pelaku perbukuan (perwakilan penerbit).

Pameran Buku Frankfurt adalah pameran perdagangan buku internasional terbesar di dunia yang diadakan setiap tahun. Pameran ini diikuti oleh lebih dari 7 ribu peserta dari 100 negara dan dihadiri oleh lebih dari 250 ribu pengunjung. Pameran Buku Frankfurt adalah tempat para penerbit, agen hak cipta, dan distributor buku dari seluruh dunia bertemu untuk melakukan bisnis, memamerkan produk mereka, dan menjalin kerja sama.

Indonesia pernah menjadi Tamu Kehormatan (Guest of Honour) di Pameran Buku Frankfurt tahun 2015 dengan tema “17 Ribu Pulau Penuh Imajinasi”. Pameran ini menampilkan berbagai koleksi naskah kuno Indonesia, buku-buku karya penulis Indonesia, dan berbagai kegiatan budaya lainnya.

Kepala Pusat Perbukuan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Supriyatno dalam Taklimat Media di Jakarta, Rabu (11/10) mengatakan,Pada pameran Buku Frankfurt 2023, tema yang diangkat adalah ‘Buku Bermutu untuk Literasi Indonesia’.

“Kemendikbudristek membawa misi diplomasi budaya Indonesia dan peningkatan kemampuan literasi dasar melalui buku-buku terbitan Kemendikbudristek dan penerbit umum,” ujar Supriyanto dalam taklimat media di Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Selain itu, tujuan keterlibatan Kemendikbudristek dalam FBF adalah 1 mempromosikan buku-buku buatan Indonesia, menggali informasi tentang tren perbukuan dunia, mengikuti perkembangan teknologi perbukuan dunia dan memperluas jaringan pelaku perbukuan dunia.

Buku bermutu yang ditampilkan pada pameran ini, lanjutnya, memiliki nilai-nilai budaya nasional. Hal ini tercermin dari ilustrasi dan alur cerita yang disampaikan.

“Bukan itu saja, pada Buku Nonteks berjenjang yang telah disusun Pusat Perbukuan menampilkan sisi empati dan keberagaman. Beberapa karakter dalam Buku Nonteks Berjenjang menampilkan anak inklusi/difabel yang juga beraktivitas normal sebagaimana anak kebanyakan,” jelas Supriyanto.

Selain mempromosikan buku yang telah disusun Kemendikbudristek, pameran ini juga menjadi kesempatan benchmarking buku-buku pendidikan yang beredar di berbagai negara. Forum ini juga menjadi peluang untuk melakukan kajian kebijakan dalam upaya meningkatkan ekosistem perbukuan di Indonesia dengan melihat model buku pendidikan yang dipamerkan di sana.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Arys Hilman menyampaikan bahwa perbedaan kultur dan kurikulum menjadi daya tarik tersendiri dalam benchmarking ini. Menurutnya, pelaku perbukuan (perwakilan penerbit) yang difasilitasi oleh Kemendikbudristek dapat melakukan kerja sama secara langsung dengan pelaku perbukuan dari berbagai negara. Sebab, buku-buku terbitan penerbit Indonesia turut dipamerkan.

“Dengan adanya fasilitasi bagi penerbit ini, pelaku perbukuan dapat memperluas jaringan dengan penerbit, agen hak cipta, dan distributor buku dari berbagai negara,” tuturnya.

Pengembangan konten buku saat ini terus berkembang dengan menerapkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Penyusunan kurikulum pendidikan tidak semata berfokus pada nilai saja tapi bagaimana menciptakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan berkarakter Pancasila.

Melalui program Merdeka Belajar episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia, Kemendikbudristek telah melakukan beberapa upaya penguatan literasi. Pertama, menerbitkan sejumlah buku teks utama sesuai Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia mulai dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan pendidikan khusus (berupa buku siswa dan buku panduan guru).

Kedua, menerbitkan sejumlah buku nonteks sebagai model bahan bacaan yang bermutu sesuai dengan standar perjenjangan buku. Model buku nonteks disusun mulai dari jenjang pembaca dini (Jenjang A) hingga pembaca mahir (jenjang E) yang bertujuan meningkatkan kualitas literasi.

Ketiga, melakukan penilaian buku pendidikan sebagai salah satu bentuk pengendalian mutu buku di sekolah. Penilaian buku dilakukan secara online dan melibatkan profesional, akademisi, dan praktisi. Keempat, pengendalian harga dilakukan melalui penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) agar dapat terjangkau oleh masyarakat.

Selain itu, Kemendikbudristek juga menerbitkan buku-buku transisi PAUD ke SD. Kemendikbudristek saat ini juga sudah menghapuskan tes baca, tulis hitung (calistung) untuk masuk jenjang SD. “Buku teks Kurikulum Merdeka kelas 1 SD sudah banyak berubah menjadi bagian dari transisi PAUD ke SD yang menyenangkan dengan memperkaya ilustrasi, sehingga tidak menyiratkan kewajiban bahwa siswa kelas 1 SD sudah harus dapat membaca. Penggunaan teks disederhanakan agar anak tetap bisa belajar dan berimajinasi. Hal ini untuk memberi dorongan agar anak tidak terbebani dengan buku pelajaran dan menyukai buku bacaan,” urai Kapusbuk, Supriyatno.

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman:

  • Bagikan