[Jika] Bupati Madina Ngantor Di Pantai Barat

  • Bagikan
[Jika] Bupati Madina Ngantor Di Pantai Barat
Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution dan Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi Nasution. Waspada/Ist

ADA usulan menyedot perhatian publik, Sabtu (23/6), yang kini jadi topik perbincangan. Bupati Mandailing Natal HM Jafar Sukhairi Nasution dan Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi Nasution yang kini berkantor di Panyabungan, diusulkan ngantor secara berkala di Pantai Barat Madina. Lho, untuk apa?

Adalah Irwan H Daulay, pengamat ekonomi asal Mandailing Natal menyuarakan usulan terkesan mengejutkan. Tokoh masyarakat Madina ini menyampaikan saran setelah menjelajahi Pantai Barat Madina.

“Tiga hari tiga malam saya menelusuri Pantai Barat Madina, mulai dari batas Sumbar sampai batas Tapsel 170 km, luar biasa rahmat Allah diberikan Allah SWT kepada negeri ini,” ujar Irwan Daulay.

Sekonyong-konyong, lanjutnya, dia bergumam: seandainya bupati/Wabup berkantor di sana 1 x 2 pekan, perubahan cepat akan terjadi, banyak ide yang akan kesampaian.

Sebenarnya, petinggi di negeri ini — baik di pusat maupun di daerah — ngantor di desa bukan ide baru. Bahkan, ini sudah mereka lakukan berkali-kali untuk kemaslahatan masyarakat.

Presiden Joko Widodo, misalnya, tiba-tiba inspeksi mendadak dana desa di Yogyakarta. Atau, kemarin, Jokowi nginap setelah mengunjungi lokasi hunian pengungsi erupsi Gunung Sinabung, Sumatera Utara. Ada 370 rumah diberikan untuk pengungsi.

Nah, tujuannya, tentu saja, untuk memaksimalkan upaya mengatasi berbagai persoalan di daerah. Ngantor di lokasi atau melakukan kunjungan langsung, niscaya akan muncul [menerima] ide kemudian didiskusukan untuk mengambil langkah segera, seefesien mungkin, semaksimal mungkin.

Sedangkan Pantai Barat Madina, menyimpan berbagai persoalan krusial. Bahkan, tampak sangat kentara, antara kenyataan dan harapan, antara langit dan bumi. Sejumlah orang merasa dianaktirikan.

Dalam perjalanan jurnalistik waspada.id dan beritasore.co.id menjelajahi sejumlah kawasan Pantai Barat beberapa waktu lalu, terlihat sangat kontras di lapangan, bisa dilihat dengan mata telanjang.

Terlihat, Pantai Barat Madina benar-benar seperti jamrud khatulustiwa, dengan sumber daya alam luar biasa. Keindahan pantai tak mampu dilukiskan dengan kata-kata, kekayaan daerah berupa biota laut justru sangat mempesona. Sedangkan perkebunan kelapa sawit, terlihat sejauh mata memandang.

Di sisi lain, sangat mudah menemukan potret kemiskinan yang mengumbar ke permukaan. Dari dialog dengan sejumlah warga, terlihat, minimnya lapangan pekerjaan sangat berkolerasi dengan minimnya upaya pemberdayaan.

Jika diurai, tentu saja akan bisa makin panjang, misalnya mengacu kepada infrastruktur, khususnya jalan, yang sangat berpengaruh menghambat pengembangan Pantai Barat Madina secara ekonomi.

Sedangkan pengusaha mengelola perusahaan raksasa [khususnya perkebunan kelapa sawit], tetap saja menggumpal ke arah pertanyaan tak kunjung terjawab tuntas: sejauhmana kontribusi untuk memberdayakan masyarakat, khususnya nasyarakat sekitar?

Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution dilansir waspada.id bertajuk
“Merasa Dianaktirikan, Bupati Madina
Tepis Ketimpangan Pantai Barat” (9/12/2022) menyampaikan penjelasan seputar Pantai Barat Madina.

Selain mendukung daerah otonomi baru Pantai Barat, Sukhairi menepis adanya ketimpangan alokasi pembangunan bagi wilayah Pantai Barat.

“Terimakasih masukan sanak famili kami dari wiayah Pantai Barat, kami tetap berusaha melakukan konsep pembagian alokasi anggaran yang adil bagi seluruh wilayah di Kab. Madina, jadi tidak ada yang pilih kasih, semua berdasarkan pertimbangan yang baik,” ujar bupati.

Sukhairi mengungkapkan, anggaran kita terbatas untuk dapat membenahi keseluruhan secara serentak. “Itu aja, namun yakinlah, semua usulan masuk dalam skala prioritas kita di Pemkab Madina,” katanya.

Untuk 2023, lanjut bupati yang juga Ketua DPW PKB Sumut, ada 12 paket pembangunan di wilayah Pantai Barat bersumber dari APBD Madina, kemudian mengusulkan melalui anggaran BKP juga beberapa titik diperuntukkan di wilayah Pantai Barat serta program lainnya.

Nah, kendati begitu, Irwan Daulay tetap mengusulkan bupati dan/atau wakil bupati berkantor di Pantai Barat Madina secara berkala. Karena, dia yakin, “perubahan cepat akan terjadi, banyak ide yang akan kesampaian.”

Sedangkan Sukhairi diyakini, selain harus mengurus maksimal persoalan daerah, secara jujur diakui, Sukhairi memiliki waktu dan pikiran tersita untuk mengurus partai. Sedangkan Atika, Wabup termuda, inovatif. Dialah jebolan S-2 dari Australia.

Nah, adakah usulan berlebihan agar bupati atau Wabup berkantor secara berkala di Pantai Barat Madina? Mungkin, misalnya, bisa disimak kisah upaya dilakukan Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, dan Bupati Labura, Sumatera Utara.

Belakangan, santer terdengar program di Banyuwangi merambah ke seantero, yakni program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa). Lihat saja, Selasa hingga Rabu (14/6/2023), Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani kembali ngantor di Desa Kandangan, Kec. Pesanggaran, Jawa Timur.

Ipuk harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk jalan di desa. Sebelum sampai ke Desa Kandangan, Ipuk Fiestiandani bermalam di Dusun Sukamade, Desa Sarongan yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Merubetiri.

“Karena desanya bersebelahan, saya sempatkan pula menengok Ibu Yunita di Sukamade. Dia baru saja melahirkan di rumah yang beritanya sempat viral beberapa waktu lalu. Saya menginap di Sukamade,” jelas Ipuk.

Dari Kota Banyuwangi dibutuhkan waktu sekira empat jam lebih untuk menuju Sukamade. Tentu saja, ngantor di desa memberi banyak manfaat untuk kemaslahatan masyarakat, termasuk masyarakat sekitar.

Kisah lainnya dari Labuhanbatu Utara (Labura). Seharian Bupati Labura Hendriyanto Sitorus, SE, MM, bersama Wakil Bupati H. Samsul Tanjung, ST, MH, melaksanakan kegiatan di kantor Desa Teluk Piai, Kec. Kualuh Hilir, Jumat (14/10). 

Tidak hanya bupati dan wakil bupati, juga dihadiri Sekda Muhammad Suib, Ketua TP PKK Ny. dr. Rama Dhona Hendriyanto Sitorus, M.Ked (Ped), Sp.A, Ketua I Bidang Pembinaan Karakter Keluarga TP PKK Ny. dr. Zuhriani Samsul Tanjung, Ketua DWP Ny. Sri Wahyuni Muhammad Suib. Itu bagian dari program Bupati Ngantor di Desa (Bung Desa) tahap kesepuluh. 

Bupati menggelar tatap muka bersama kepala desa, perangkat desa, kepala dusun, BPD, PKK desa, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Bupati Hendriyanto menyampaikan, ia menjalankan program ini ditujukan agar masyarakat dan pemerintah bisa duduk bersama, saling merasakan apa yang masyarakat rasakan dan mencari solusi terhadap persoalan.

“Kami sengaja mengunjungi Desa Teluk Piai di musim penghujan. Kami sengaja membawa kendaraan apa adanya, ini agar bisa sama-sama kami merasakan infrastruktur jalan yang warga Teluk Piai rasakan selama ini,” ujar bupati.

Bupati Hendriyanto menjelaskan, Pemkab Labura terus berupaya untuk peningkatan infrastruktur jalan di Kab. Labura khususnya di wilayah pesisir seperti Kec. Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong. 

Ini kisah dua kepala daerah ngantor di desa, berpangkal dari keinginan untuk kemaslahatan masyarakat. Bagaimana Madina? Bagaimana Pak Bupati, Ibu Wabup?

Irham Hagabean Nasution

  • Bagikan