Pengalaman Religius Calhaj Sinar Husni

  • Bagikan
Pengalaman Religius Calhaj Sinar Husni

Sudah hari ketiga saya berada di Madinah untuk melaksanakan shalat Arbain. Tak satu pun yang aneh saya temui. Banyak yang mengatakan di Madinah atau di Makkah kita akan ditemukan dengan hal-hal spektakuler yang merupakan balasan dari kegiatan atau perbuatan kita selama di tanah air, tapi sampai di hari ketiga ini, belum ada tanda-tanda hal itu akan terbukti.

Ketika berangkat untuk melaksanakan shalat Dzuhur, karena lokasi maktab dengan masjid Nabawi agak lumayan jauh, maka kembali ke maktab lagi harus selesai shalat Isya. ”Jadi Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya saya berada di Masjid Nabawi yang di dalamnya terdapat Makam Rasulullah SAW,” kata Drs H Purwanto, MPd mengenang perjalanan hajinya 2006.

Saat itulah kesempatan terbuka luas untuk melaksanakan ibadah dzikir, shalat-shalat sunat dan membaca Alquran atau menghafal ayat-ayat pendek dan doa sehari-hari dapat dilaksanakan denghan penuh kekhusukan. Yang membuat saya termotivasi untuk melakukan ritual tersebut karena Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa pahala melakukan ibadah di Masjid Nabawi adalah seribu kali lebih baik dari pada mengerjakannya di tempat yang lain, kecuali di Masjidil Haram 100 ribu kali.

Selesai shalat Maghrib, menunggu shalat Isya, seperti biasa saya memanfaatkan waktu berdzikir, lalu membaca Alquran. Karena lelah, lalu istirahat dengan memandangi langit-langit Masjid Nabawi yang ditaburi lampu dengan ornamen hiasan yang indah berbalut bingkai keemasan. Saya baru sadar, kalau di sebelah saya ada seorang Bapak yang gagah, menyuruh anaknya bocil lelaki berusia sekitar 3 atau 4 tahun untuk mengembalikan Alquran ke tempat di mana Alquran itu tadi diambil.

Bocil laki-laki itu berkulit putih, bermata biru, rambut pirang dan memakai pakaian serba putih seperti Bapaknya. Dia menerima Alquran yang disodorkan Bapaknya, lalu sang anak memutar badan menghadap ke kiblat, kemudian Alquran yang dipegangnya itu diciumnya dengan takzim dan khusuk, ada sekitar 15 detik lamanya.

Saya tersentak, kaget dan kagum, melihat kejadian ini. Masalahnya, kalau saya yang saat itu berumur 43 tahun, selesai membaca Alquran, saya langsung meletakkan begitu saja ke tempatnya. Berbeda betul dengan yang diperbuat si bocil barusan, seakan-akan anak ini paham benar dengan apa yang sedang dilakukannya dan mengerti apa yang terkandung dalam Alquran tersebut.

Setelah itu si bocil bergegas menuju tiang tempat Alquran itu terletak. Dia memperhatikan dengan seksama di mana posisi yang sesuai dengan ukuran Alquran yang sedang ia pegang akan diletakkan. Karena di tiang itu terdapat beragam model Alquran, ada yang kecil ada yang tebal, ada yang lebar dan ada yang panjang.

Setelah melihat letak Alquran yang sejenis dan sesuai bentuk dan besarnya, baru dimasukkannya Alquran itu sesuai posisi yang ada. Kemudian si bocil segera menghampiri Bapaknya. Dengan wajah dihiasi senyuman, lantas dipeluknya dan diciumnya pipi Bapaknya dan kemudian disalaminya satu per satu orang yang berada dekat Bapaknya, termasuk saya.

Waduh jantung saya seakan berhenti sejenak melihat kejadian barusan, cerdas, teliti, bersemangat, ramah, ganteng, beriman, entah apalagi yang harus distempelkan sebagai karakter dari bocil tadi. Melihat warna kulit dan penampilannya mungkin bocil ini berasal dari Eropa atau mungkin Turki. Kalau bukan malaikat, entahlah saya bergumam.

Masih dalam keadaan termenung menyaksikan kejadian barusan, secara tidak sengaja saya melihat ke depan di sebelah kanan, ada seorang anak laki-laki kecil, sendirian, sebaya dengan bocil berkulit putih barusan. Bocil laki-laki kedua ini, rambut dicukur gundul, memakai lobe putih, berkulit hitam manis, berpakaian serba putih, sedang melaksanakan shalat. Di ambal shalat yang terbentang panjang itu kebetulan tidak ada jamaah lain sehingga bocah itu terlihat nyata dan sendirian sedang shalat dengan khusuknya.

Lagi-lagi saya shock. Bocil yang kedua ini sepertinya paham betul dengan apa yang sedang dikerjakannya. Saya membayangkan ketika seumuran dia bagaimana cara saya shalat, sedang diumur segini pun terkadang shalat saya masih melambai dan mengkhayal. Astaghfirullahalladzim.

Saat shalat Isya berjamaah dilakukan, Imam membaca ayat agak panjang. Karena bacaan ayat yang panjang dan tidak familiar membuat saya kehilangan konsentrasi dan mengkhayal keluar shalat.

Saat itu, alam bawah sadar saya membawa pikiran dan hati saya kepada kedua bocil laki laki yang barusan saya lihat. Hati dan pikiran saya bertanya, mengapa hari ini, saya harus jumpa dan diperlihatkan dengan dua bocil laki-laki yang luar biasa ini.

Dalam perenungan yang penuh tanda tanya itu, tiba tiba saya mendengar ada suara yang jelas, bersih, tenang, menggema, muncul dari dalam diri sendiri mengatakan : Kan kamu ingin melihat keajaiban, Kkmu sadar gak, sesungguhnya keajaiban itu tidak jauh dari dirimu sendiri. Berapa lama kamu bermohon kepada Rabbmu untuk dianugerahi anak lelaki, tapi tidak dikabulkan. Apakah kamu tidak merasakan itu sebagai sebuah keajaiban. Kamu tidak menyadari betapa berkuasanya Allah SWT atas dirimu.

Seketika saya menggigil ketakutan. Tiba-tiba terbayang saat saya sedang menambal atap rumah yang bocor. Pada saat itu ada yang tertinggal di bawah, mau turun lagi sudah malas, maunya ada yang memanjat tangga dan mengantar selotip penutup seng bocor itu, ke atas atap. Tapi karena anak saya dua-duanya perempuan, dan pada saat itu baru berumur 9 dan 4 tahun, rasanya tidak pantas dan tidak elok menyuruhnya memanjat tangga, dan naik ke atas atap. Kalaulah itu dipaksakan dan dia terjatuh, apa kata dunia. Sudah jelas anak perempuan disuruh manjat pula.

Bayangkan kalau anak lelaki, jatuh pun orang akan memberi semangat, biasa anak lelaki harus tangguh. Terus terbayang saat harus menghadapi tetangga yang suka meremehkan kita. Sekiranya kita datangi dan kita didampingi dua orang anak lelaki walau masih kecil, dia pasti mikir, kalau sudah besar nanti akan jadi pembela Bapaknya. Di situ terbayang betapa berharganya anak laki-laki dan betapa berkuasanya Allah SWT atas diri saya.

Kelebatan peristiwa itu membuat saya menangis dalam ketakutan, saya tidak bermaksud menantang Allah SWT untuk membuktikan kekuasaannya, melainkan hanya ingin melihat keajaiban Madinah, seperti yang sering diceritakan orang sepulang haji. Dan Allah menyingkapkan keajaiban yang disembunyikan itu, ternyata tidak jauh dari diri saya sendiri. Masyaallah.

Dalam situasi pemikiran dan perasaan terguncang karena merasa dihukum, tiba tiba dari arah depan saya, ada bocil ketiga datang dan langsung memeluk kaki saya. Bocil ini juga sendirian, berkulit putih dan berpakaian serba putih. Entah beberapa lama bocil ini memeluk kaki saya dan dia pun pergi menghilang entah ke mana.

Ampun ya Allah, apa lagi ini…, ucap saya beristighfar. Air mata saya makin membanjiri pipi, rasa takut semakin menjadi-jadi, dalam deraian tangis menyesakkan dada, saya mohon ampunan Allah. Saat selesai mohon ampunan terdengar Imam menyelesaikan bacaan ayatnya untuk rukuk. Shalat berlanjut sampai selesai.

Ketika keluar dari masjid, air mata tetap mengalir, seperti keran bocor, terus dan terus mengalir tanpa henti. Supaya jangan ketahuan akhirnya saya menutup muka dengan kain sorban.

Terima kasih dan Alfatihah untuk pak Haji Husin (alm) dan bu Hajjah Arfiah binti Ibrahim Ahmad (almh) yang telah memberangkatkan kami Calhaj rombongan dari Sinar Husni.(m03)

  • Bagikan