Abdan Syakuro

  • Bagikan
Abdan Syakuro

Oleh: Murni

“Dan Kami Berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) dan Kami Jadikannya petunjuk bagi Bani Israil (dengan Firman), ‘Janganlah kamu mengambil (pelindung) selain Aku, (wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur (abdan syakuro)’” (QS. Al-Isra’: 2-3)

Abdan syakuro berarti hamba (Allah) yang banyak beryukur. Menurut tafsir Ibnu Katsir, surah Al-Isra tersebut bahwa di dalam kalimat ini terkandung makna yang mengingatkan akan nikmat dan karunia Allah. Dengan kata lain, ayat ini seakan mengatakan, “Hai keturunan orang-orang yang Kami selamatkan dan kami bawa bersama-sama Nuh di dalam bahtera, tirulah jejak bapak kalian”. Dengan kata lain, ingatlah kalian semua akan nikmat-Ku kepada kalian, yaitu Kami telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kalian.

Di dalam hadis dan asar dari ulama Salaf disebutkan bahwa Nabi Nuh as selalu memuji kepada Allah bila makan, minum, berpakaian dan dalam semua perbuatannya. Karena itulah maka ia dijuluki sebagai hamba Allah yang banyak bersyukur.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdul Aziz telah menceritakan kepada kami Abu Na’im telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Husain dari Abdullah ibnu Sinan, dari Sa’d Ibnu Mas’ud As-Saqafi yang mengatakan, “Sesungguhnya Nabi Nuh mendapat julukan seorang hamba yang banyak bersyukur, tiada lain karena bila hendak makan atau minum ia selalu memuji kepada Allah”.

Sementara Imam Ahmad mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah benar-benar ridha kepada seorang hamba manakala ia makan sesuap atau minum seteguk tidak pernah lupa mengucapkan pujian kepada Allah atas nikamt itu”. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Tirmidzi dan Imam Nasai melalui Jalur Abu Usamah.

Hamba yang banyak bersyukur tidak berarti hamba yang hanya berterimakasih kepada Allah saat memperoleh nikmat saja tetapi untuk semua kondisi, hamba yang bersyukur adalah hamba yang selalu mengambil i’tibar. Tidak mengeluh kepada Allah saat keinginan/kebutuhan belum terpenuhi. Karena sejatinya, skenario Allah adalah yang terbaik untuk hamba-hambanya. Bahkan Allah mempersiapkan tambahan nikmat-Nya bagi hamba yang bersyukur seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an, “ (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).

Dari ayat tersebut, Allah mengabarkan akan reward bagi hamba yang bersyukur yang diiringi funishment bagi yang mengingkari nikmat-Nya. Oleh karena itu, hamba yang banyak bersyukur akan bijak memaknainya agar senantiasa dalam rahmat Allah dan berlindung dari azab-Nya.

Selain itu, hamba yang banyak bersyukur adalah hamba yang memaksimalkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Menyadari kesyukuran terhadap waktu yang Allah berikan kepadanya sehingga tertata efektifitas seluruh aktivitas dengan baik. Mengatur disiplin diri dalam ketaatan kepada Allah. Misalnya, mengerjakan sholat tepat pada waktunya, bersegera dan bersemangat dalam mengerjakannya. Mengisi kualitas diri dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an dan buku-buku keislaman serta mengikuti kajian-kajian keislaman. Membina keluarga bahagia sesuai sunnah, menjaga ukhuwah dengan saudara dan tetangga ditengah kesibukan dunia maya dengan ponsel yang tak berkesudahan. Juga menjadikan diri sebagai insan yang penuh manfaat yang dapat menyumbang stabilitas ekonomi dan keamanan.

Ini berarti, hamba yang banyak bersyukur juga dituntut untuk bersemangat dalam bekerja. Berterimakasih kepada Allah atas nikmat kesehatan dan kesempatan dalam mengais rezeki Allah. Tidak bersikap boros, kikir maupun hedonisme yang dapat merusak tatanan kehidupan. Tentunya kita tidak ingin menjadi hamba Allah yang mendapat predikat ingkar kepada Allah dan tidak berterimakasih kepada-Nya. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterimakasih kepada Tuhannya” (QS. Al-‘Aadiyat: 6).

Mudah-mudahan Allah memudahkan langkah kita untuk senantiasa dalam ketaatan kepada-Nya. Menjadi hamba yang semangat dalam berbuat baik dan memperbaiki diri serta menghindarkan kita dari kufur nikmat dan mengeluh sehingga diperoleh “Abdan Syakuro” yakni hamba Allah yang banyak bersyukur. Aamiin.

(Guru Pesantren Darul Mursyid/PDM, Tapanuli Selatan).

  • Bagikan