Arsitektur Terbaik

Oleh Murni

  • Bagikan
<strong>Arsitektur Terbaik</strong><strong></strong>

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir” (QS. An-Nahl: 68-69)

Bagaimana dengan lebah yang membangun sarang- sarangnya? Dengan bentuk dan susunan yang teratur, sarang- sarang yang dibuat oleh lebah itu menjadi arsitektur  terbaik yang pernah ada. Siapa yang mengajarinya? Apakah ada program pendidikan bahkan sampai ke tingkat Doktor untuk hewan? Tentu tidak. Maha Besar Allah yang mewahyukan kepada lebah kecakapan membangun sarang dengan bentuk yang sempurna.

Sarang lebah merupakan kantung dalam struktur lilin yang berbentuk segi enam (heksagonal) dengan ukuran yang teratur dan jumlah yang terukur secara bersambungan. Sarang lebah dibuat untuk menyimpan madu yang merupakan hasil sekresi gula tumbuhan (nektar bunga) dari lebah. Dengan kemiringan tertentu, yakni 130 membuat sarang lebah tidak tumpah oleh cairan madu yang tersimpan.

Ahli matematika di dunia mempertanyakan perihal bentuk heksagonal kantung madu tersebut. Mengapa tidak berbentuk silinder dengan penampang lingkaran atau bentuk prisma segitiga bahkan prisma segi empat?

Seorang pakar matematika dari zaman romawi kuno sekitar tahun 36 SM, Marcus Terentius Varro memberikan dua pernyataan untuk menjawab hal tersebut yakni  pertama, bentuk heksagonal membuat lebah menyimpan madu. Kedua, bentuk heksagonal membutuhkan material lebih sedikit untuk membangunnya.

Baru 2000 tahun kemudian seorang fisikawan dan penulis , Alan Lighman membuktikan jika pernyataan dari Varro benar adanya. Melalui tulisan yang dipublikasikan di majalah Orion, Lightman mengungkapkan bahwa lebah-lebah bekerja secara bersama-sama untuk membangun sarang. Mereka terbukti tidak menunggu giliran yang malah menghabiskan waktu. Sistem kerja gotong royong inilah yang menjadi kunci sempurnanya bentuk heksagonal dari sarang lebah.

Mempertimbangkan mengapa bentuk sarang lebah tidak berbentuk silinder dengan penampang lingkaran. Seperti yang kita tahu dalam ilmu matematika bahwa penampang lingkaran mempunyai  keliling yang kecil dengan luas daerah yang besar. Artinya bahwa akan banyak tersimpan banyak madu. Tapi ternyata jika sarang tersebut berbentuk silinder dengan penampang lingkaran tersebut, terdapat celah ruangan yang tidak terpakai.

Selanjutnya, bagaimana dengan penampang segitiga dan persegi yang tidak memiliki celah ruang seperti lingkaran? Ternyata ahli matematika menemukan bahwa penampang segitiga dan persegi memiliki keliling yang lebih besar dari bentuk heksagonal. Ini artinya bahwa bentuk segitiga dan persegi membutuhkan material lebih banyak untuk membangun sarang lebah. Ini berarti bahwa penampang heksagonal-lah yang memiliki bentuk sempurna untuk mendapatkan ruang penyimpanan yang banyak dengan material yang sedikit tanpa ada celah ruang yang tidak terpakai.

Selain itu, ketika membangun sarangnya, secara bersama-sama lebah memulainya dari tepi tertentu dan bertemu di tengah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah lebah-lebah tersebut pernah salah dalam membuat perhitungan sehingga bentuk konstruksinya tidak teratur? Misalnya lebih kecil bentuk di tengah atau bentuknya tidak heksagonal karena cacat di pertemuan. Mahasempurna Allah yang mewahyukan lebah dalam membuat arsitektur terbaik tanpa salah perhitungan.

Dengan memahami konstruksi sarang lebah yang sempurna, hendaknya menjadikan kita meningkat ketakwaannya dalam memahami tanda-tanda kebesaran Allah. Menambah pengetahuan dalam teknik membangun dan mendesain bangunan, bukan malah ingkar kepada Allah. Dalam Al Qur’an Allah berfirman, “Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main (QS. Asy- Syuaraa’: 128)

Belum lagi kesombongan Fir’aun dalam mendirikan bangunan yang tinggi untuk melihat Tuhan Musa. Dalam Al Qur’an Allah berfirman, “Dan berkata Fir’aun : “ Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta” (QS. Al-Qashas : 38)

Mudah-mudahan  setiap tanda-tanda kebesaran Allah di alam ini  dapat menambah kesyukuran dan i’tibar untuk kita. Mudah-mudahan juga Allah menempatkan kita pada tempat terbaik di dunia dan di akhirat. Aamiin

(Guru Pesantren Darul Mursyid/PDM, Tapanuli Selatan.

  • Bagikan