Azan Membangun Kesadaran Nurani

Oleh M Ridwan Lubis - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • Bagikan
<strong>Azan Membangun Kesadaran Nurani</strong>

Panggilan marilah kepada keberuntungan (hayy ‘ala al falah) menunjukkan bahwa setiap orang yang merasa terpanggil oleh suara azan selalu berpikir kesejahteraan kehidupan masa kini,  bekal yang ditinggalkan bagi anak, cucu, rekan, tetangga, saudara seagama, saudara sebangsa, saudara sesama umat manusia

Ajaran dasar agama memiliki semangat perdamaian sekaligus kemajuan. Demikianlah Islam mewujudkan semangat itu dalam seruan yang disebut azan. Secara harfiah, azan bermakna pemberitahuan terhadap keberadaan manusia sebagai hamba Allah yang dibebani kewajiban agar selalu  mengingat keberadaannya sebagai seorang hamba. Wujud pemberitahuan terhadap hakikat kemanusiaan adalah pengakuan terhadap keesaan Allah Yang Mahaagung.

Dengan keagungan Allah, manusia berada pada dua posisi yang saling berimbang. Dilihat dari Allah Yang Maha Agung, manusia adalah makhluk yang hina, lemah, miskin oleh karena itu tidak selayaknya manusia dihinggapi perasaan sombong. Munculnya perilaku kesombongan menjadi penyebab munculnya berbagai penyimpangan perilaku seperti berlaku aniaya, khianat, dengki, iri, zalim, takabbur dan sebagainya.

Maka dengan membiasakan diri selalu tergantung kepadaNya, seorang hamba kecil kemungkinan terjerumus kepada perbuatan yang menyimpang dari tujuan penciptaan. Allah menciptakan manusia dan jin, sebagai makhluk yang dibebani beban kewajiban (taklif), tugasnya semata-mata hanya untuk mengabdi kepadaNya. Hakikat dari kesadaran terhadap tanggung jawab tersebut, akan mendorong manusia untuk selalu berbuat yang baik (al sholah) dan terbaik (al ashlah).

Posisi kedua, manusia mendayagunakan setiap sikap dan perilakunya sebagai makhluk sosial selalu berpikiran jangka panjang bukan hanya untuk kehidupan masa kini tetapi juga kehidupan nanti yang disebut eskathologis atau akhirat. Karena Akhirat adalah tujuan yang amat jauh maka manusia hendaklah menyadari bahwa kehidupan duniawi tidak lebih sekadar tempat persinggahan sementara sedang tujuan akhir adalah alam Akhirat sebagai tempat pembalasan.

Kesadaran terhadap pembalasan, selayaknya mendorong manusia selalu berpikir meninggalkan warisan (legacy)  yang menjadi modal kehidupan bagi manusia yang akan datang. Maka manusia harus berpikir untuk mewariskan kemajuan bagi generasi berikutnya. Panggilan marilah kepada keberuntungan (hayy ‘ala al falah) menunjukkan bahwa setiap orang yang merasa terpanggil oleh suara azan selalu berpikir kesejahteraan kehidupan masa kini,  bekal yang ditinggalkan bagi anak, cucu, rekan, tetangga, saudara seagama, saudara sebangsa, saudara sesama umat manusia.

Karena itu, dampak panggilan azan maka setiap manusia selalu berupaya berpikir secara efektif dan efisien. Alam semesta bukan hanya untuk kepentingan generasi masa kini akan tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Karena itu, lingkungan kehidupan hendaklah dirawat dengan sebaik mungkin agar generasi nanti tidak menyesali keberadaan generasi sebelum mereka.

Suara panggilan azan tidak pernah mengajak berpikir kepada permusuhan apalagi sikap diskriminatif terhadap orang lain sekalipun berbeda keyakinan. Bahkan panggilan kesadaran ini tidak hanya berbicara perdamaian kepada sesama manusia akan tetapi semua makhluk dan lingkungan  sekalian alam.

Demikianlah panggilan yang dilantunkan melalui suara azan yang mampu membangunkan kesadaran manusia yang membuka dirinya kepada suara kebenaran. Karena itu, maka tidak aneh, apabila ada orang yang terketuk hatinya ketika bangun pagi merenungkan panggilan azan. Sekalipun ia tidak mengerti arti dari kata-kata azan akan tetapi kesadaran nurani manusia yang masih segar ketika bangun tidur langsung dapat menyerap makna pesan ketuhanan yang diperdengarkan melalui suara azan.

Dalam berbagai kasus seorang yang sama sekali tidak mengerti arti harfiah azan karena disuarakan melalui bahasa arab akan tetapi kata hatinya terbuka memperoleh hidayah dan kemudian menikmati sisa hidupnya hidup dalam kedamaian.

Setiap manusia membutuhkan suasana kedamaian yang terlepas dari suasana kesibukan duniawi dan selanjutnya mengantarkan mereka kembali kepada hakikat jati diri.  Forum yang tersedia untuk kembali kepada hakikjat kemanusiaan itu adalah melalui kesejukan pesan-pesan yang dilantunkan melalui panggilan azan.

Dalam relasi sosial, bisa terjadi kasus kesalahpahaman antara pelantun azan dengan para pendengarnya sehingga menimbulkan kesan salah paham. Satu pihak merasa bahwa yang dia sampaikan adalah pesan kebaikan sedang pihak yang lain merasa bahwa suara azan mengganggu dirinya menikmati kesyahduan malam. Tetapi hal tersebut semestinya tidak sampai menimbulkan konflik sosial apabila masyarakat membiasakan budaya dialogis.

Dalam kehidupan sosial terdapat berbagai perangkat semangat dialogis termasuk adanya kearifan lokal. Melalui  kearifan lokal, kesalahpahaman dapat terselesaikan dengan membangun suasana tawar menawar (bargaining) antara masyarakat dengan pengelola tempat ibadat seperti masjid dan musalla. Pengelola rumah ibadat selayaknya berupaya meningkatkan kualitas pelaksanaan suara panggilan azan dengan meningkatkan kefasihan lafaz, irama suara dan durasi waktu azan beserta variasinya seperti bacaan tarhim, ayat suci dan sebagainya.

Dialog dapat dibangun melalui forum intra-dialog umat seiman dan inter-dialog yaitu umat berbeda iman, diharapkan semakin mematangkan kualitas kerukunan umat beragama. Peningkatan kerukunan dapat dilakukan melalui pemanfaataan forum kekeluargaan sebagai tukar menukar informasi untuk melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya potensi konflik sosial dan warga memberikan toleransi terhadap lantunan suara azan sebagai pengantar pelaksanaan ibadat serta membangun kesadaran terhadap kebaikan.

Nurani kita berkata sedih, ketika terjadi konflik tentang pengamalan agama padahal tujuannya semata-mata untuk kebaikan. Suara panggilan azan tidak selayaknya menjadi sumber konflik sosial karena tradisi tersebut sudah berlangsung sejak lama.

Masing-masing pihak baik manajemen rumah ibadat seperti masjid dan musalla maupun lingkungan sekitarnya dapat ditumbuhkan semangat kebersamaan sehingga panggilan suara  azan tidak menimbulkan perselisihan apalagi menurunkan kualitas kerukunan beragama. Panggilan azan membangunkan kesadaran untuk segera mempersiapkan diri menunaikan ibadah dan menggugah dinamika dan kreativitas mengembangkan kehidupan.

  • Bagikan