Bekerja & Rezeki

Oleh: Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I, M.Pd

  • Bagikan
<strong>Bekerja & Rezeki</strong>

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah: 105)

Ayat ini memerintahkan kita untuk bekerja dan pada sisi yang lain juga memberikan peringatan bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan senantiasa dalam pengetahuan Allah SWT.  Karena itu, Islam juga memberikan petunjuk atau rambu-rambu dalam dalam melakukannya. Setiap orang yang beriman untuk mencari rezeki yang halal, baik dalam niat maupun cara mendapatkannya. Bahkan setiap pekerjaan yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhirat. Sehingga bila niatnya dan cara kerjanya benar maka akan terhitung sebagai ibadah disisi Allah SWT.

Sebaliknya, sikap malas, berdiam diri, berpangku tangan, menganggur juga meminta-meminta sedekah sangat dibenci oleh Allah SWT. Terlebih bagi orang yang fisiknya masih kuat untuk bekerja. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Salah seorang dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik daripada ia mengemis kepada seseorang, baik diberi atau ditolak.” (HR. Bukhari). Hadits ini secara tegas mengatakan bahwa bekerja walaupun memikul kayu bakar, namun itu lebih mulia daripada mengemis. Artinya kita harus bekerja, bergerak mencari rezeki, apapun jenis pekerjaaanya asal yang halal.

Para Nabi dan Rasul adalah orang yang terpilih menjadi penyampai ajaran Allah yang kesalehannya tidak diragukan lagi, akan tetapi mereka juga tidak lupa bekerja selama hidup diatas dunia untuk memenuhi kebutuhannya terpenuhi. Misalnya Nabi Daud as yang bekerja sebagaimana manusia lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada seorang yang memakan satu maknan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Sungguh Nabi Allah Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Al-Bukhari). Demikian juga Nabi Musa as bekerja yang gigih untuk mendapatkan makanan yang halal. Tidak terkecuali Nabi junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang terkenal sebagai pedagang jujur dan sukses di masa mudanya.

Oleh karena itu, ajaran agama Islam senantiasa memotivasi umatnya untuk bekerja bekeras. Tujuannya bukan hanya untuk kepentingan duniawi semata tapi juga hari akhirat kelak. Bekerja di dunia adalah bagian dari upaya kita untuk bisa mempersiapkan dan menjalankan ibadah sehingga selamat di akhirat kelak. Capek, lelah, letih dan menguras tenaga dalam bekerja adalah suatu kenicayaan. Tapi Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa pun yang di waktu sore merasa lelah karena mencari nafkah, maka di saat itu dosanya diampuni.” (HR. Thabrani). Hadits ini menandakan betapa Allah dan Rasul-Nya mengapresiasi orang yang merasakan lelah dalam bekerja.

Pekerjaan dan hasil usaha adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Walaupun terkadang kita merasa bahwa hasil yang kita peroleh tidak sebanding dengan hasil yang kita terima. Maka sebagai orang yang beriman harus senantiasa berprasangka baik pada Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segalanya. Melakukan pekerjaan yang dilarang oleh Allah SWT mendapat ancaman bahkan akan disiksa Allah SWT di neraka. Meski tujuan kita adalah mencari nafkah untuk kebutuhan kita, istri dan anak tapi caranya harus memperhatikan ketentuan yang Allah tetapkan didalam Al-Qur’an dan Hadits.  Adapun hasil usaha yang bermanfaat bagi kita, dapat kita pakai, bisa kita makan, itulah yang dinamakan rezeki kita. Boleh jadi seseorang yang kaya, yang hartanya berlimpah ruah, namun selama masa hidupnya ia hanya menghabiskan beberapa saja hartanya, adapun sisa hartanya yang masih banyak menjadi hak ahli warisnya. Maka itu adalah rezeki ahli warisnya.

Satu hal yang mesti difahami bahwa rezeki tidak selalu berbentuk harta. Rezeki bisa berbentuk materi, bisa juga berbentuk non-materi. Rezeki bisa juga berbentuk spiritual. Kita bisa melaksanakan shalat, melaksanakan puasa dan menunaikan zakat di bulan Ramadan, bahkan hingga melaksanakan ibadah haji merupakan rezeki. Yakni rezeki ketaatan dan hidayah yang diturunkan kepada para hamba yang dikehendaki oleh-Nya. Karena ibadah yang kita lakukan memiliki sisi kemanfaatan bagi diri kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.

Rezeki itu juga dapat berupa teman yang baik, yang mengarahkan kita kepada jalan-jalan kebaikan. Lebih-lebih teman kita mengerti dan paham ilmu agama, sehingga menjadi wasilah kedekatan kita kepada Allah SWT. Selain itu, jodoh yang baik adalah rezeki juga. Sebab pasangan yang baik akan menjadikan diri kita tenang dan damai dalam menjalankan bahtera rumah tangga hingga akhir hayat nanti, bahkan hingga kembali dipertemukan di surga.

Kemudian, pendidikan yang sekarang kita dapatkan, baik di sekolah, di kampus, di majelis ilmu, atau di tempat mana pun, itu merupakan rezeki dari Allah SWT yang perlu kita syukuri, sebab pendidikan yang kita dapatkan saat ini, akan bermanfaat bagi kehidupan kita. Yang paling sering kita abaikan untuk disyukuri adalah rezeki yang berupa oksigen yang kita hirup tiap detiknya. Tak dapat dibayangkan apabila satu menit saja kita tidak dapat menghirupnya, tentu sesaklah nafas kita.

Sifat manusiawi kita sering merasa cemas atau khawatir akan rezeki, sehingga sering merasa risau soal penghidupan duniawinya. Akan tetapi, rasa cemas yang berlebihan terhadap rezeki pun bukanlah sikap seorang mukmin yang baik. Apalagi rasa cemas tersebut tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa rezeki tidak hanya yang bersifat materi saja, akan tetapi jika kita mau merenung dan berpikir, betapa baiknya Allah kepada kita dengan segala hal yang saat ini bisa kita nikmati dan ambil manfaat darinya. Allah SWT berfirman:“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh) (QS. Hud: 6).

Dalam ayat yang lain Allah SWT juga telah berfirman: Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (QS. Al-Isra: 30). Kedua ayat terakhir diatas menjadi pegangan untuk kita selalu optmis dan berharap hanya kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita limpahan rezeki yang melimpah lagi berkah. Amin!

(Kepala Divisi Humas Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul Mursyid”/PDM, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan