Cita-cita

  • Bagikan
Cita-cita

Oleh: Murni

“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka); Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam Surga itu disebabkan apa yang telah kamu” (QS. An- Nahl : 32)

Setiap manusia menginginkan hidup yang lebih baik. Wajar jika manusia mempersiapkan cita-citanya sedini mungkin. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang menanamkan kepada anaknya sejak kecil untuk meraih cita-citanya. Sebut saja Dokter, Polisi, Presiden, Pengusaha dan masih banyak lagi. Bersungguh-sungguh dalam meraihnya untuk kebahagiaan hidupnya kelak.

Cita-cita dalam meraih kehidupan yang lebih baik sering kali tak sejalan dengan cita-cita dalam menggapai kematian yang baik. Cita-cita untuk kematian yang baik sering dilalaikan oleh cita-cita dunia yang fana. Padahal orang yang paling cerdas sesuai yang disebutkan Rasulullah adalah orang yang mempersiapkan kematian. Rasulullah ditanya oleh salah seorang Anshar yang dibawa Ibnu Umar “ Wahai Nabi siapakah orang yang paling cerdas dan mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak dalam mengingat mati dan paling siap menghadapinya. Merekalah yang paling cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat” (HR. At-Tirmidzi)

Tidak berarti bahwa kita lupa terhadap dunia ketika mempersiapkan diri untuk kematian yang baik. Justru, persiapan diri untuk kematian yang baik inilah yang menjadi landasan untuk hidup yang baik. Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kebahagiaan) dunia dan berbuat baiklah sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al Qashash : 77)

Dengan memiliki cita-cita mati, seseorang akan mempersiapkan diri menuju cita-cita yang dimaksud. Juga tak kalah pentingnya adalah cita-cita mati sebagai pengontrol diri dalam menjalani kehidupan. Misalnya saja seseorang berkeinginan mati dalam keadaan membaca Al Qur’an, maka tentu yang ia lakukan semasa hidup adalah banyak membaca Al Qur’an. Jika seseorang menginginkan mati ketika bersujud di Masjidil Haram, maka yang ia lakukan adalah bekerja keras mencari harta yang halal untuk dapat pergi ke tanah suci. Berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang menghambat cita-cita tersebut. Misalnya, bermalas-malasan dalam bekerja, belajar dan mengisi kehidupan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti main game, judi, ghibah dan lain sebagainya.

Walaupun cita-cita mati tidak serta merta sesuai dengan ketentuan Allah, namun cita-cita itu merupakan usaha manusia dalam rangka mencari kebahagiaan di sisi-Nya. Bukankah kebahagiaan di sisi Allah adalah sejatinya cita-cita manusia? Sebagaimana firman Allah Al Qur’an, “ (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy-Syuara: 88-89)

Teringat kisah salah seorang sahabat nabi yang bernama Khalid bin Walid. Sahabat yang mendapat julukan “Pedang Allah yang terhunus” itu telah berjuang di berbagai medan perang dan menginginkan mati syahid di medan perang. Namun, Allah berkehendak lain. Beliau wafat dalam keadaan sakit. Walaupun kehendak Allah berbeda dengan keinginan Khalid bin Walid, namun ia tidak goyah dalam meraih keinginan matinya ketika hidup. Ia terus berjuang di jalan Allah melalui berbagai peperangan. Diantaranya adalah Perang Mu’tah, Pembebasan Mekkah, Pertempuran Hunain, Pengepungan Thaif dan masih banyak lagi. Begitu cerdas dan tangguhnya Khalid bin Walid dalam berperang sehingga Rasulullah menjulukinya “Pedang Allah yang Terhunus”.

Mudah-mudahan kita menjadi salah satu hamba yang mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian yang pasti datang. Menjadi hamba yang diwafatkan Allah dalam keadaan yang baik sesuai dengan cita-cita mati yang kita inginkan. Aamiin.

(Guru Pesantren Darul Mursyid/PDM), Tapanuli Selatan)

  • Bagikan