Edisi Filsafat Alam
FILSAFAT KEPALSUAN

Oleh : H. Hasan Bakti Nasution

  • Bagikan
Edisi Filsafat Alam<br>FILSAFAT KEPALSUAN

Palsu atau kepalsuan adalah kebalikan keaslian atau kemurnian. Tentu tidak enak mendengar definisi pembalikan ini, namun tetap saja banyak yang suka atau menyukai kepalsuan.
Banyak faktor mengapa orang menyukai atau bahkan melakoni kepalsuan. Pertama, ingin menutupi kelemahan diri. Misalnya, dia sebetulnya orang biasa saja, tetapi karena ingin memperoleh cinta seorang wanita kelas tinggi, iapun berpura-pura sebagi orang kaya, dengan meminjam baju cantik, rental mobil, dan sebagainya.

Jadilah ia kaya dalam kepalsuan.
Kedua, ingin meraih sesuatu yang hanya bisa diraih jika dibumbui kepalsuan, karena yang sebenarnya tidak demikian. Kasus ini relatif sama dengan faktor pertama, namun dengan motivasi berbeda. Jika faktor pertama khusus cinta, faktor kedua ini lebih umum. Misalnya, untuk memperoleh pekerjaan, harus memiliki ijazah tertentu, lalu ijazahpun dibuat, direkayasa, atau dibeli. Intinya ijazah diperoleh padahal tidak menamatkan studi sesuai ijazah tersebut.


Konon ada juga yang merubah transkrip nilai, misalnya dari baik menjadi baik sekali agar bisa menduduki jabatan tertentu, seperti menjadi dosen. Kemudian foto copi yang dirubah diselipkan di foto cofi daftar nilai yang benar, lalu diteken dan distempel. Jadilah daftar nilai yang dilegalisir dengan nilai yang memenuhi syarat. Canggih memang, iya, karena dan kepalsuan selalu membutuhkan kecanggihan.
Ketiga, untuk menjaga gengsi. Misalnya, dia sudah terlanjur menyebut dirinya orang kaya dan hebat, walau sebenarnya tidak. Akhirnya kepalsuan-pun diciptakan.


Keempat, untuk menjatuhkan orang lain di satu sisi, dan di sisi lain untuk mendukung orang lain. Ini sering terjadi di persidangan. Sebab itu, peran saksi mendapat perhatian khusus dalam KUHP. Misalnya, hakim bisa memasukkannya ke penjara jika terbukti melakukan sumpah palsu.
Begitulah memang yang terjadi jika moral dan agama dikesampingkan, apapun serba menjadi mungkin. Agama, jelasnya Islam sejak dini mengatakan bahwa kepalsuan adalah kebohongan (al-kizb), dan kebohongan termasuk dosa besar. Bahkan dalam hadits lain disebut bahwa kebohongan adalah pertanda munafiq. Nabi bersabda: “Tanda munafiq ada tiga; jika bicara berdusta, jika berjanji mengengkari, dan jika diberi amanah berkhianat”.


Mengapa Islam begitu concern dengan kebohongan ini !. Tentu terkait dengan efek dan bahaya yang ditimbulkan kebohongan, baik bagi diri yang berbohong, maupun kepada masyarakat banyak. Pembohong sesungguhnya tidak memperoleh ketenangan hidup, karena ia selalu dihantui kebohongannya. Untuk itu seringkali ia menciptakan kebohongan-kebohongan baru. Begitu seterusnya, jadilah hidup selalu dalam masalah.
Terhadap orang lain yang dibohongi, tentu berdampak lebih besar. Bayangkan berapa kerugian masyarakat karena dibohongi… (6-12-2022).

  • Bagikan