Edisi Filsafat Alam
FILSAFAT MUSIBAH

Oleh : H. Hasan Bakti Nasution

  • Bagikan
Edisi Filsafat Alam<br>FILSAFAT MUSIBAH

Musibah adalah kata yang sesungguhnya berasal dari bahasa Arab, yang jika diindonesiakan disebut dengan bala atau bencana. Namun seperti 4.000-an kata Arab lainnya yang sudah dibakukan menjadi bahasa Indoensia, kata inipun sudah menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia, sehingga sebutan bala dan bencana jarang muncul dalam pembicaraan sehari-hari, digantikan kata musibah.
Dalam KBBI, bala diartikan dengan malapetaka, kemalangan dan cobaan, sedang bencana dengan sesuatu yang menyebabkan atau menimbul-kan kesusahan atau kerugian, penderitaan, kecelakaan, dan bahaya. Adapun kata musibah, berasal dari bahasa Arab, disebut dengan Kejadian atau peristiwa yang menimpa, atau malapetaka dan bencana.
Rangkaian ungkapan dalam aneka kata di atas bermuara pada suatu pengertian yaitu suatu kondisi yang tidak diinginkan. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah/2: 155, dirinci beberapa kondisi yang tidak diinginkan tersebut, yaitu rasa takut, kelaparan, kehilangan harta, kematian, kerusakan tanaman.
Terdapat banyak penafsirkan ketika mengungkap makna musibah tersebut sesuai dengan sudut pandang yang digunakan. Pertama, musibah adalah sebagai akibat dari perbuatan manusia. Hal ini disebut dalam beberapa ayat al-Qur’an, seperti surat an-Nisa’/4: 79.
Kedua, musibah adalah uji kesabaran atau ujian atas keimanan seseorang. Kekuatan iman dibuktikan dengan kemampuan menerima musibah. Dalam kondisi ini reaksi terbaik ialah sabar sembari mengatakan “kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah” (inna lil-Lahi wainna Ilay-Hi raji’un), sebagaimana dicatat pada al-Qur’an surat al-Baqarah/2: 155.
Ketiga, musibah adalah ujian, sebagai loncatan untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Kondisi lebih baik itu hanya bisa diraih setelah melewati musibah. Contoh sederhana ialah ujian yang dilewati dengan susah payah, namun setelahnya seorang akan beroleh keuntungan.
Keempat, musibah adalah sunnatullah, sebagai takdir Tuhan, bahwa semua mahluk ada kadarnya yang sudah ditentukan Tuhan (Q.S. al-Fath/48: 23). Misalnya, ketika membeli bola listrik akan ada gransinya satu tahun, karena menurut si pembuat bola takdirnya hanya bertahan setahun lebih. Manusia juga ada masa muda dan tua, dan akhirnya wafat, inna lillah.
Kelima, musibah ialah cara Tuhan menyadarkan manusia akan kelemahan dan keterbatasannya. Selain faktor sunnatullah seperti disebut di atas, musibah juga adalah cara Tuhan mengingatkan bahwa sesungguhnya sehebat apapun manusia, pasti ada batasnya karena berakhir kematian. Para diktator kelas dunia, seperti Hitler, Lenin, dan lain-lain, semuanya mati juga, dan di sinilah musibah terjadi.
Ragam makna di atas merupakan gambaran betapa persoalan musibah begitu erat kaitannya dengan kehidupan manusia dan niscaya adanya. Sebab itu, sikap terbaik ialah menyikapinya dengan kesabaran, yaitu menempatkan badan dan pikiran pada posisi atau lokasi yang sama. (13-12-2022).

  • Bagikan