FILSAFAT KAKUS (WC)

Oleh : H. Hasan Bakti Nasution

  • Bagikan
FILSAFAT KAKUS (WC)

Edisi Filsafat Alam

Tentulah kita sepakat bahwa tempat yang paling jorok di atas dunia ini ialah kakus atau WC, karena ke sanalah semua kotoran manusia di arahkan, baik cair maupun padat. Namun begitupun manfaat WC, tidak jarang WC mendapat sumpah serapah, misalnya ada yang mengatakan: “wiiih jorok..!”.
Mungkin begitulah takdir WC, akan selalu sebagai tempat pembuangan kotoran. Di hotel bintang 7 sekalipun, begitulah adanya.
Namun demikian sesungguhnya jorok dan bersihnya WC tergantung manusia pemakai, dan ini terkait dengan kesadaran dan budaya bersih masyarakar. Alhamdulillah, sebagai agama paripurna memberi panduan sampai ke persoalan kakus. Misalnya, tidak boleh buang hajat pada lobang, atau pada air yang tenang, dan membersihkan sisa tempat kotoran, dan sebagainya. Di sini Islam membuat suatu sistem ajaran yang disebut istinjak atau beristinjak.
Sejauh yang diketahui, Islam nampaknya agama yang mmeiliki ajaran tentang tatacara membersihkan diri dan badan, sehingga ada ajaran tentang mandi; mandi sunat dan mandi wajib. Sebab itu, bab pertama dalam semua kitab fiqh pastilah tentang kebersihan (kitab ath-Thaharah). Pertanyaannya ialah, apakah konsep ajaran ini banding lurus dengan fenomena kebersihan di kalangan umat Islam !. Inilah tentu yang membutuhkan renungan.
Sekali lagi di sini dibutuhkan kesadaran. Jika ada kesadaran bersama, pastilah akan bersih, seperti memang nampak dalam beberapa tempat. Sayangnya tidak begitu banyak tempat yang bisa dijadikan contoh. Yang mudah dicari contoh ialah WC yang jorok dan bau. Namun tetap saja diburu, karena memang dibutuhkan.
Dalam suatu kunjungan ke negara jiran dan berdialog dengan orang sana yang kebetulan sering ke Sumatera, termasuk Medan, menanyakan kesannya tentang Sumatera Utara, dengan kalimat sederhana katanya “jika hujan banjir dan becek, jika kemarau berabu, dan jika ke kamar mandi bau menyengat, alias jengkol atau petei”.
Waduuh..malunai…. Tapi apa mau dibilang oppung, memang begitulah adanya. Banjir dan becek terjadi karena buangan air ang tidak lancar, ditambah lagi dengan tofografi kota Medan yang datar. Kemudian berabu karena jalannya belum dihotmic atau banyak yang kembali ke asal semula, pasir dan tanah karena tergerus. Dan bau menyengat itulah… awakpun kadang-kadang tak tahan. Maunya jika merasa mengkonsumsinya, jika buang air kecil dibuanglah ke lobang WC, dengan menyiram sebelum dan sesudah pembuangan.
Lagi-lagi memang kesadaran.
Tapi yah, begitulah, lanjut juga. Jadi teringat ilustrasi dosen dulu saat mengajarkan Politik Hukum di program Magister. Katanya korupsi itu sama dengan masuk ke WC (Toilet), yaitu sejorok apapun suatu WC jika orang butuh akan didatangi juga.
Begitulah katanya korupsi, sejorok apapun tetapi ada saja yang melakukan karena butuh. Jadi persoalan pokoknya ialah butuh atau tidak butuh. Jika sudah sesak, WC baupun didatangi. (26-10-Nopember 2022

  • Bagikan