Hati Yang Dirindukan

  • Bagikan
<strong>Hati Yang Dirindukan</strong>

Oleh Prof Muzakkir

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk langsung kepada qalb-nya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu” (QS. At-Taghaabun [64] : 11)

Imam al-Ghazali menjelaskan adanya dua pengertian tentang hati [Qalb]. Pertama, qalb dalam pengertian kasar, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri yang di dalamnya terdapat rongga-rongga dan disebut dengan jantung. Kedua, qalb dalam pengertian yang halus, yang bersifat ruhaniyah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap pengertian, pengetahuan dan kearifan.

Adalah menarik untuk mencermati penjelasan Al-Qur’an yang menempatkan qalb dengan fungsinya untuk memahami realitas dan nilai-nilai seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 46 : “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.

Selanjutnya Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat 179 : Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”. 

qalb adalah sarana yang paling efektif untuk berhubungan secara langsung kepada Allah, qalb merupakan sarana untuk taqarrub kepada Allah. Bahkan lebih dari itu, qalb adalah satu-satunya media untuk mengenal Allah (marifatullah). Tentu saja untuk dapat taqarrub kepada Allah manusia harus terlebih dahulu membersihkan qalbnya. qalb yang bermasalah, seperti qalb yang berkarat karena sifat-sifat buruk, sampai qalb yang sama sekali buta, tentu tidak akan berhasil menjalankan fungsinya untuk menjadi penghubung diri dengan Allah SWT.

qalb yang bersih merupakan alat untuk menangkap isyarat-isyarat dan petunjuk-petunjuk Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk langsung kepada qalb-nya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu” (QS. At-Taghaabun [64] : 11). qalb dapat bersih apabila Allah memberikan Rahmat-Nya dengan mencurahkan cahaya iman untuk membersihkannya. Dengan cahaya iman yang memancar di qalb itulah Allah mengeluarkan seseorang dari gelap gulita kepada terang benderang.

Demikian pentingnya fungsi qalb, maka Allah hanya menjatuhkan pandangan kepadanya, bukan kepada selainnya. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang kepada qalb kalian” (HR. Muslim). Setiap orang yang beriman pasti berharap memiliki hati yang bersih dan berkilau, sebab hati yang bersih dapat memantulkan cahaya ruhaniah, kemudian menjadi penglihatan batin (bashiratul qalbi) dalam memandang keelokan wujud Allah.

Namun, cahaya ruhaniah hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang telah melampaui pergulatan ruhani. Bagaimana hati dapat memantulkan cahaya, padahal gambar selain Allah terlukis dalam cermin hati kita? Bagaimana kita dapat berangkat menuju Allah, padahal hati kita masih terbelenggu oleh syahwat? Bagaimana kita bisa antusias dapat masuk ke hadhirat Allah, padahal kita belum suci dari janabah kelalaian? Bagaimana bisa kita berharap dapat memahami kedalaman rahasia ruhani, padahal kita belum bertaubat dari semua kesalahan?

Maka hati yang bersih dari berbagai kotoran dunia yang membuat lalai dan menimbulkan dosa, menjadi syarat penting menuju Allah. Manusia terhalang atau menghijabi dirinya sehingga tidak dapat merasakan kedekatan ataupun menyaksikan” Allah dengan hatinya adalah karena dosa-dosa mereka. Setiap dosa merupakan nuqtotun sauda-noda hitam hati (ketiadaan cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati. Ketika noda hitam memenuhi hati sehingga terhijab dari menyaksikan Allah, inilah yang dinamakan buta mata hati. Noda-noda hitam yang mengotori ruang qalb inilah yang harus dibersihkan, agar pancaran Nur Ilahi tidak terhijab dan cahaya-Nya dapat menghiasi jiwa, yang akan berdampak pada damai dan indahnya jiwa ruhani dan perilaku kita.

Nasehat Ibnul Qayyim al-Jauziyyah: “Carilah hatimu  di tiga tempat ini; di saat engkau mendengarkan Alquran, di saat engkau berada di majlis dzikir (majelis ilmu) dan di saat engkau menyendiri bermunajat kepada Allah. Jika engkau tidak temukan hatimu di sana, maka mintalah kepada Allah agar memberimu hati karena sesungguhnya engkau sudah tak punya hati lagi” (Al Fawaid 1/148).

Setidaknya ada enam persoalan yang serius dengan hati, berhati-hatilah dengan hati ; Pertama, Hati yang berkarat, akibat suka melakukan dosa, sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan, Artinya: Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat jika terkena air.” Tanya sahabat: Ya Rasulullah, apakah pembersihnya?” Sabda beliau: Banyak mengingat mati dan membaca Al-Quran (Al Baihaqi); Kedua, Hati yang tertutup, Allah telah mengunci-menutup hati mereka” (QS. al-Baqarah: 74);

Ketiga, Hati yang mengeras, Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi” (QS. al-Baqarah: 74); Keempat, Hati yang sakit, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya” (QS. al-Baqarah: 10); Kelima, Hati yang buta, “karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada” (QS. al-Hajj : 46); Keenam, Hati yang brutal, “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS. ali-Imran: 159).

Upaya-upaya untuk menjaga hati dapat dilakukan melalui “Tazkiyatun Nafs” (Penyucian Jiwa), yaitu ; Pertama, Takhalli yaitu proses mengosongkan jiwa dari sifat-sifat tercela melalui taubat yang sebenarnya. Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat merupakan rahmat Allah yang diberikan kepad hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Proses pertaubatan dilalui dengan rangkaian : menyesali, berhenti dan berjanji untuk tidak mengulanginya, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah ritual, baik yang fardhu (wajib) maupun yang nawafil (sunnah). Menurut al-Ghazali, sifat-sifat tercela yang harus dihilangkan adalah hasad (dengki), su-uzhan (buruk sangka), kibr (sombong), ujub (merasa sempurna dari orang lain), riya (menunjukkan dan memamerkan kelebihan diri), sumah (mencari prestise dan kemasyhuran), bukhl (bakhil), hubb al-maal (cinta harta), takabbur (angkuh), ghadab (marah), ghibah (menceritakan aib orang lain), namimah (berbicara di belakang orang lain), kizb (dusta) dan khianat (ingkar janji).

Selagi sifat-sifat tercela tersebut masih bersemayam di dalam qalb seseorang, maka selama itu pula ia tidak akan dapat merasa dekat kepada Allah SWT. Kedua, Tahalli  yaitu proses pengisian jiwa dengan sifat-sifat terpuji (al-mahmudah) atau sifat-sifat yang baik. Pada akhirnya, sifat-sifat mulia inilah yang akan bersemayam di dalam jiwanya. Ketika sifat-sifat ini sudah menyatu di dalam dirinya, maka sebenarnya ia telah memiliki jiwa yang bersih.

Cara praktis yang dilakukan dalam tahap ini adalah menghidupkan sebahagian malam untuk tahajjud, memperbanyak zikir, apalagi zikir dikeheningan malam dalam kesunyian, puasa sunnah yang dirutinkan, membaca dan merenungkan pesan-pesan Al-Qur’an, mengingat mati, sehingga setiap nafas selalu berbuat kebaikan, shalat lima waktu berjamaah di Masjid, shalat Dhuha, sedekah setiap hari, menjaga wudhu terus-menerus, mengamalkan istighfar setiap saat, memohon ampunan kepada Allah SWT.

Ketiga, Tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan-Nya, terungkapnya nur ghaib, merasakan kedekatan dan kehadiran Allah di sisinya. Manusia yang mampu menetralisir jiwanya, membersihkan dan mengosongkannya dari sifat-sifat tercela akan mampu mengangkat derajat mereka setara dengan malaikat. Orang-orang seperti inilah yang dimaksudkan Allah sebagai orang-orang yang beruntung, sebagaimana Firman-Nya:

Beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya (seperti malaikat), dan merugilah orang-orang yang mengotorinya (seperti binatang).” (QS. Asy-Syams [91]: 9-10). Sungguh beruntung bagi siapapun yang mampu menata qalbnya menjadi bening, jernih, bersih, dan selamat. Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qalb yang tertata, terpelihara dan terawat dengan sebaik-baiknya.

Orang yang bening hatinya, wajahnya memancarkan kejernihan, bersinar, sejuk dan menyegarkan, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih, lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran, dan dia pun inginkan keberadaan dirinya dapat memberi manfaat bagi orang lain.

Begitupun ketika berbicara, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, setiap butir kata yang keluar dari lisannya sarat dengan makna dan hikmah, perilakunya adalah akhlak terpuji, penuh kesantunan dan ingin selalu membahagiakan orang lain. Kesehatan tubuh pun terpancari oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qalb.

Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi jiwa senantiasa diliputi kedamaian, optimis, tidak ada rasa cemas, tidak ada rasa takut karena dia yakin ada Allah mendampinginya. Sejatinya, orang yang bersih hati itu, luar biasa nikmatnya, luar biasa indahnya, luar biasa bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di Dunia ini, tapi juga di Akhirat kelak. Inilah buah dari kesungguhan menata hatinya, berhati-hati dengan hatinya. Tidak rindukah kita memiliki hati yang bersih? Semoga Allah SWT menjadikan hati kita  Qalbun Saliim.

(Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara)

  • Bagikan