Hikmah Zakat Fitrah

  • Bagikan

Oleh Alexander Zulkarnaen

“Cukupilah mereka di hari ini” (HR. Ad-Daruquthni)

Selain diwajibkannya puasa, di bulan Ramadhan umat Islam juga diwajibkan membayar zakat fitrah. Bahkan kewajiban ini berbeda dengan puasa yang hanya kepada umat Islam yang sudah baligh, muqim dan sehat. Zakat fitrah diwajibkan kepada semua usia, anak bayi atau tua renta, baik laki-laki ataupun perempuan, hamba sahaya ataupun merdeka, sehat atau sakit, muqim atau musafir, selama ia berada di bulan Ramadhan dan memiliki kelebihan bahan pokok pada malam dan pada hari raya Idul Fitri, maka wajib mengeluarkannya.

Ketentuan ini berdasarkan hadis Ibnu Umar ra. Ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi hamba dan yang merdeka, bagi laki-laki dan perempuan, bagi anak-anak dan orang dewasa dari kaum Muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum manusia berangkat menuju shalat Ied” (HR. Bukhari Muslim).

Betapa penting disyariatkannya zakat fitrah ini, sampai-sampai hampir semua kalangan umat Islam wajib mengeluarkannya. Hanya memiliki kelebihan bahan pokok bagi keluarganya pada malam dan hari raya Idul Fitri, sudah tergolong muzakki. Bahkan yang semula statusnya mustahik (orang yang berhak menerima zakat) pada malam Idul Fitri, sangat memungkinkan berubah menjadi muzakki (orang yang berhak mengeluarkan zakat) disebabkan beliau menerima zakat fitrah yang jumlahnya ternyata lebih dari kebutuhannya pada malam itu. Akhirnya sang faqir pun mampu membayar zakat fitrah diri dan keluarganya.

Hikmah apa yang terkandung pada syariat yang mulai diturunkan pada tahun kedua Hijrah bersamaan disyariatkannya puasa Ramadhan ini? Pertama, dimensi vertikal sebagai penyempurna ibadah Ilahiyah. Hal ini terlihat jelas dalam redaksi Hadis riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas ra, ” Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih (penyucian diri) untuk orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji…” Syekh Hasan Sulaiman An Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam (Syarah Bulughulmaram) mengatakan, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari ucapan sia-sia dan ucapan keji yang terlontar di tengah ibadah puasa. Ia menjadi penambal (penyempurna/penggenap) kekurangan ibadah puasa sebagaimana sujud sahwi yang menggenapi kekurangan ibadah shalat.”

Kedua, dimensi horizontal sebagai ibadah insaniyah. Dalam lanjutan hadis Abu Dawud di atas disebutkan bahwa hikmah zakat fitrah ini juga untuk mengangkat beban orang-orang fakir dalam mencukupi kebutuhan yang paling mendasar, yakni makanan. Sehingga mereka tidak lagi disibukkan dengan meminta-minta lagi di hari raya.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih (penyucian diri) untuk orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji, dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud). Di hadis Ibnu Umar ra juga disebutkan hal senada. Rasulullah SAW bersabda, “Cukupilah mereka di hari ini” (HR. Ad-Daruquthni), dan di dalam redaksi riwayat imam Al-Baihaqi disebutkan “Jadikanlah mereka tidak butuh dari keliling (meminta-minta) di hari ini”.

Syekh Hasan Sulaiman An Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al Maliki dalam kitab yang sama juga menyebutkan hikmah kemanusiaan pada zakat fitrah ini. “Hikmah di balik itu bertujuan agar orang fakir yang menerimanya tidak melalaikan shalat Ied karena sibuk mengemis untuk mencukupi kebutuhannya, zakat fitrah juga menjadi penggenap kebutuhan orang miskin dari tindakan mengemis di samping syiar untuk mereka atas kebahagiaan hari Ied, kegembiraan, kemuliaan Islam, kehormatan semangat kebersamaan dan rasa kemanusiaan, yang menyenangkan dan suka cita.” Allahua’lam bishshawab.

(Guru PAI SMAN 2 Medan, Ketua Deputi Humas Ikadi Sumut, Wakil Ketua Majelis Dakwah PW Al Washliyah Sumut, Pengurus IPQOH/Ikatan Persaudaraan Qori-qoriah dan Hafiz-hafizah Sumut)

  • Bagikan