Menahan Matahari ?

Oleh Murni

  • Bagikan
<strong>Menahan Matahari ?</strong>

Sesungguhnya matahari tidak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk nabi Yusya’ di hari beliau membebaskan Baitul Maqdis” (HR. Ahmad)

Matahari adalah sebuah bintang yang paling dekat dengan bumi. Matahari merupakan sebuah benda panas yang tersusun oleh berbagai gas bertekanan tinggi. Matahari melalukan dua gerakan sekaligus yakni, rotasi dan revolusi terhadap pusat galaksi. Menurut buku “Astrofalak” yang disusun oleh Hans Gunawan (peraih medali perak pada ajang Olimpiade Sains Nasional 2004-2005) bahwa ketika berevolusi, matahari bersama-sama bintang-bintang di sekitarnya bergerak dengan kecepatan 200-300 km/det. Artinya bahwa dalam 1 detik, matahari telah bergerak sejauh 200-300 kilometer. Dengan kecepatan yang sangat tinggi ini, sangat mustahil untuk menghentikan matahari.

Namun hal ini tidak terjadi untuk nabi Yusya’. Nabi Yusya’ mampu menahan matahari bergerak atas izin Allah melalui doa yang ia panjatkan pada saat perang pembebasan Baitul Maqdis.   

Dikisahkan dalam kitab “Shahih Al-Qashash AnNabiwi”  bahwa Rasulullah telah mengabarkan kepada kita tentang nabi Allah Yusya’ yang memerangi salah satu negeri. Keluarlah nabi Yusya’ bersama pasukannya menuju negeri yang hendak diperangi tersebut. Dalam menyiapkan peperangan tersebut, Nabi Yusya’ tidak asal memilih pasukan. Ia memiliki kriteria khusus untuk pasukan yang akan berperang bersamanya yakni prajurit-prajurit yang hatinya tidak tergantung pada urusan-urusan duniawi yang menguasai jiwa mereka.

Seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Ada seorang nabi di antara nabi yang berperang, lalu ia berkata kepada kaunnya, “Janganlah mengikuti aku seseorang yang baru saja menikahi wanita sedangkan dia hendak menyetubuinya karena dia belum lagi menyetebuinya (sejak malam pertama). Jangan pula seseorang yang membangun rumah-rumah sedang dia belum memasang atap-atapnya. Jangan pula seseorang yang membeli seekor kambing atau seekor unta yang sedang bunting sedang ia menanti-nanti hewan itu beranak”. 

Berangkatlah Nabi Yusya bersama pasukannnya yang terpilih tersebut menuju negeri yang dimaksud dan tiba pada waktu Ashar. Artinya, kesempatan untuk  menaklukan negeri menjadi lemah karena berperang pada waktu malam bukanlah perkara yang mudah. Boleh jadi hari itu adalah hari Jum’at dan harus menghentikan peperangan ketika matahari terbenam karena itu berarti sudah masuk hari sabtu. Hari sabtu adalah hari diharamkannya berperang bagi Bani Israil, yang berarti bahwa Nabi Yusya’ dan pasukannya harus mundur dari negeri yang hendak ditaklukkan.

Jika demikian halnya, berarti memberikan waktu bagi pasukan musuh untuk memperkuat armada pasukan, memperbaiki gerbang-gerbang pembatas negeri mereka dan memperbanyak jumlah persenjataan. Maka Nabi Yusya’ menghadapkan wajahnya ke matahari dan berkata, “sungguh kamu diperintahkan dan aku juga diperintahkan,” kemudian ia berdoa kepada Rabbnya, “Ya Allah, tahanlah matahari untuk kami.” Allah mengabulkan doa nabi Yusya’ dan menangguhkan waktu tenggelamnya matahari hingga Nabi Yusya’ dan pasukannya mendapat kemenangan.

Sungguh kuat keimanan Nabi Yusya’. Ia meyakini kuasa Allah atas segala sesuatu, dan Allah Maha kuasa untuk memperpanjang waktu siang dengan menahan matahari bergerak menuju tenggelamnya di sore hari. Tentu tidak mungkin bagi matahari untuk tidak taat terhadap perintah Sang Khalik. Hingga akhirnya nabi Yusya’ dan pasukannya memperoleh kemenangan.

Dari kisah tersebut, beberapa hikmah yang dapat dipetik adalah pertama, hanya kepada Allah tempat bergantung. Hal yang mustahil dapat menjadi mungkin atas izin Allah termasuk menahan matahari untuk tenggelam demi kemenangan pasukan Nabi Yusya’ yang berpegang teguh kepada agama Allah.”Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”, (QS. Yasin: 82)

Kedua, Nabi Yusya’ mengajarkan kita untuk menjadi pemimpin yang sholeh, tegas, cerdas dan selalu menjunjung tinggi agama Allah. Selektif dalam memilih teman berjuang di jalan Allah agar Allah senantiasa memberikan Rahmat-Nya.

Ketiga, sepenuh hati berjuang di jalan Allah. Yakin bahwa Allah akan menolong orang yang menolong agama Allah. “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad: 7)

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita hamba-hamba yang senantiasa teguh dalam berjuang di jalan Allah. Memudahkan langkah kita untuk berjuang di jalan kebenaran dengan sepenuh hati bersama orang-orang sholeh. Aamiin.

(Guru Pesantren Darul Mursyid/PDM, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan