Mengikis Perilaku Ashabiyah Jahiliyah

Oleh Darwis Simbolon, S.Pd., M.Pd - Wakadiv Office of International Affairs (OIA) Pesantren Darul Mursyid, PDM, Tapanuli Selatan.

  • Bagikan
<strong>Mengikis Perilaku <em>Ashabiyah Jahiliyah</em></strong>
Sketch scene with big king and little people. Doodle miniature about power. Hand drawn cartoon vector illustration for business design.

“Dan jika dikatakan kepada mereka, marilah kepada apa yang Allah turunkan kepada rasul, niscaya mereka berkata, ”Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami berada padanya.” Apakah (mereka tetap bersikap demikian) meskipun bapak-bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak pula mendapat petunjuk?”  (QS. Al-Maidah : 104)

Ashabiyah jahiliyah atau sifat fanatisme yang berlebihan merupakan prilaku yang sangat tercela. Kata ashabiyah semakna dengan istilah ta’ashub  yang juga bermakna ikatan, fanatik buta atau semangat golongan. Penyakit ashabiyah atau ta’ashub merupakan prilaku atau sifat asli orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menolak dengan keras seruan atau ajakan Nabi SAW kepada tauhid. Muara dari kesombongan mereka adalah keburukan jiwa berupa sifat ashabiyah yang merasa dirinya lebih baik sehingga tidak perlu diajari atau dinasehati lagi. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian ashabiyah jahiliyah dan kebanggaan kepada nenek moyang. Sesungguhnya yang ada hanyalah seorang mukmin yang bertakwa dan pendurhaka yang akan celaka. Semua manusia adalah anak keuturunan Adam as, dan Adam as diciptakan dari tanah, tidak ada keutamaan khusus bagi orang Arab dan orang Ajam (bukan keturunan Arab) kecuali (kemuliaan karena) bertakwa.” (HR. Tirmidzi) 

Sifat ashabiyah yang mendarah daging kepada golongan tertentu merupakan watak asli orang-orang Yahudi dan Nashrani. Sehingga mereka menolak atau merasa cukup dengan apa yang mereka dapati berupa perbuatan dan kebiasaan bapak-bapak atau pendahulu mereka. Padahal bapak-bapak mereka sendiri termasuk jahil yang tidak mendapat petunjuk kebenaran. Allah SWT berfirman, Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”, mereka menjawab, “Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. Padahal nenek moyang mereka tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk”(QS. Al-Baqarah : 170)

Akibat buruk ashabiyah memunculkan benih-benih permusuhan, kebencian atau ketidaksukaan mereka kepada dakwah Nabi SAW. Ashabiyah atau fanatisme menjadikan hati seseorang semakin keras lalu menolak kebenaran. Dimasa ini, banyak pribadi, organisasi, partai atau kelompok yang merasa bahwa golongannya lebih baik dari orang lain. Sehingga bersikap fanatik, membenci, mencaci maki, menyesatkan bahkan bersikap melampaui batas kepada orang lain. Nabi SAW telah memperingatkan kepada umatnya agar menjauhi semua prilaku yang menjurus kepada ashabiyah atau ta’ashub. Nabi SAW bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah (fanatisme), tidak termasuk golongan kami orang yang membunuh karena ashabiyah, dan tidak termasuk golongan kami orang yang marah karena ashabiyah.” (HR. Muslim)

Hakikat dasar prilaku ashabiyah adalah ujub atau bangga diri dan kelompok, kesombongan hati atau merasa diri lebih baik dari orang lain sehingga enggan untuk menerima kebenaran yang datang dari selainnya. Walaupun ia mendapati adanya bukti dalil secara naqli dan aqli yang menjelaskannya. Namun kecendungan memperturutkan hawa nafsu telah menjadi tabiatnya sehingga nafsu tersebut menggiringnya menuju keburukan berupa menolak kebenaran. Allah SWT berfirman, “Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf : 53).

Parahnya lagi jika seseorang telah jatuh dalam sifat ashabiyah, maka ia akan membela kelompoknya secara membabi buta diatas kebathilan sekalipun tanpa dasar argumentasi ilmu yang haq serta tolong menolong diatas perbuatan dosa dan permusuhan. Termasuk bentuk prilaku ashabiyah adalah merendahkan atau mengabaikan hak-hak orang lain. Mendahulukan atau kecendrungan menilai seseorang karena kedekatan (subjektifitas), bukan karena keluhuran akhlak atau kualitas yang melekat pada seseorang. Sehingga yang terjadi adalah perselisihan, perpecahan atau runtuhnya wibawa atau kekuatan kaum muslimin. Padahal Allah SWT melarang kita untuk saling tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan. Allah SWT berfirman, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah : 2)

Diantara penyebab merebaknya prilaku ashabiyah jahiliyah dizaman ini adalah kebodohan yang sangat akut terhadap ilmu dan pengamalan agama. Kemudian diperparah oleh banyaknya siaran televisi, kanal-kanal youtube atau media sosial lainnya yang turut andil menyuburkan prilaku ashabiyah atau fanatisme. Sebagai contoh Ashabiyah adalah prilaku yang suka menonjolkan imam atau madzhab tertentu. Disisi lain menganggap kelompok yang tidak mengikuti atau tidak fanatik pada imam atau madzhab tertentu dianggap menyelisihi mayoritas. Inikan semua berasal dari sifat ashabiyah atau fanatisme yang berlebihan pada imam atau madzhab tertentu. Padahal imam-imam tersebut tidak pernah memaksakan fatwanya bahkan harus membuangnya jika ternyata bertentangan dengan nash Al-Qur’an atau hadits-hadits sahih. Lantas mengapa masih ada kelompok orang yang menganggap dirinya atau organisasinya lebih baik?

Contoh lain yang juga membuat kita sangat miris ketika menjelang pemilihan pemimpin suatu negara, prilaku ashabiyah telah merajalela dikalangan politisi dan pengikut-pengikut yang terprovokasi. Mereka saling mencela, merendahkan, menyudutkan, menghujat, melakukan pengrusakan hingga terjadi perselisihan bahkan pembunuhan. Bukankah kita sering mendengar terjadinya perkelahian diantara pendukung partai atau organisasi yang sangat fanatis kepada partai politik atau idolanya? Maka prilaku ashabiyah hanya menimbulkan kerugian, perpecahan dan penyesalan dikemudian hari.

Adapun beberapa solusi yang bisa diterapkan dalam upaya mengikis atau mengobati prilaku ashabiyah yang terus merebak ditengah-tengah masyarakat adalah;

Pertama, mengembalikan atau merujuk semua persoalan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Maka para ustadz, kiyai atau guru agama dan orangtua harus menanamkan pendidikan atau pemahaman agama yang lurus kepada santri atau generasi muda. Sehingga mereka akan mendapat ilmu agama yang benar, supaya terbebas dari prilaku ashabiyah atau fanatisme lalu ilmunya bisa diterapkan atau diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Terlebih memahami pentingnya beramal dengan ilmu dan tercelanya prilaku fanatisme jahiliyah dalam beragama. Cukuplah Al-Qur;an dan Sunnah sebagaian pedoman yang akan mengeratkan persaudaraan. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) diantara kedua saudaramu itu (yang berselisih), dan takutlah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujarat : 10)

Kedua, pemerintah membuat regulasi atau aturan yang adil sesuai Kitabullah supaya menjadi solusi. Karena siapapun yang mengabaikan terlebih mengingkari hukum Allah, dipastikan akan tersesat, tercerai-berai, berselisih dalam permusuhan dan menerima kemurkaan Allah berupa kedatangan azab dari berbagai penjuru dimuka bumi. Nabi SAW bersabda, “Dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak memutuskan hukum sesuai dengan Kitabullah, sungguh Allah akan mendatangkan siksa dari sebagian mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Maka disinilah peran penting para penguasa atau pemerintah harus mengambil kebijakan untuk membuat aturan-aturan demi menjaga ketertiban, kenyamanan dan kemaslahatan hidup masyarakat. Menegakkan keadilan dan menjaga hak asasi semua golongan selama tidak menyimpang dari norma-norma dan aturan yang telah disepakati. Bukan malah membiarkan kekisruhan terjadi berlarut-larut atau bahkan ikut mendukung, membela atau fanatik pada kelompok tertentu karena adanya hubungan kultural atau kepentingan.

Penutup

Keniscayaan bagi setiap muslim untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah sehingga tidak terpecah belah, berselisih faham yang ekstrim dan cenderung menonjolkan prilaku ashabiyah atau fanatisme. Ingatlah sabda Nabi SAW, “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak orang lain kepada ashabiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang (bermusuhan) karena ashabiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang terbunuh karena ashabiyah.” (HR. Abu Dawud). Selain itu, dalam sabdanya yang lain, “Barangsiapa yang terbunuh karena membela (mendukung) bendera kefanatikan yang mengajak kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka kematiannya seperti matinya orang-orang jahiliyah.” (HR. Muslim)

Hendaknya kita senantiasa berlindung kepada Allah agar tidak terjerat dalam tipu daya setan kesesatan, melenceng dari nilai-nilai kebenaran, kebodohan untuk mengikuti bendera ashabiyah atau fanatisme pada golongan, partai, firqah, dan madzhab tertentu. Semoga Allah mengikis prilaku ashabiyah, lalu mempersatukan hati umat islam diatas iman dan persaudaraan hakiki serta menjadikan kita istiqomah diatas kebenaran dalam beramal saleh. Aamiin.

  • Bagikan