Nasehat Lukmanul Hakim

Oleh Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I, M.Pd - Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul Mursyid” (PDM), Tapanuli Selatan

  • Bagikan
<strong>Nasehat Lukmanul Hakim</strong>

Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun” (QS. An-Nisaa’: 124)

Banyak kisah dalam Al-Qur’an tentang Nabi-Nya yang bisa kita petik hikmah dan pelajarannya untuk kebaikan hidup kita. Dalam hal ini penulis akan menyampaikan tentang pesan-pesan Luqman pada anaknya. Lukman adalah seorang laki-laki yang hakim (bijaksana), yakni orang yang diberikan hikmah dan kebijaksanaan oleh Allah. Karenanya ia terkenal dengan nama dan julukan Luqman Al-Hakim.

Ada yang berpendapat bahwa Lukman adalah seorang nabi, namun pendapat yang lebih kuat menyatakan ia seorang wali yang shalih. Namun yang istimewa adalah nama Lukman diabadikan Allah dalam salah satu nama surat Al-Qur’an. Surat Lukman ini banyak berisi tentang nasehatnya pada anak-anaknya atau keluarganya. Nasihat Luqman Al-Hakim kepada putranya diceritakan dalam Al-Qur’an. Berikut beberapa nasehat Lukman al hakim kepada anaknya:

Pertama, jauhi  syirik (menyekutukan Allah). Lukman mengawali nasihatnya dengan memperingatkan putranya dari syirik (menyembah selain Allah), menjauhinya dan menyebut syirik sebagai kezaliman yang besar. Allah menceritakan nasihat indah tersebut dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’. (QS. Luqman: 13).

Ayat di atas juga memberikan isyarat yang jelas kepada para ayah atau orang tua, para guru, pengajar dan pembimbing secara umum, agar mereka menasihati anak-anaknya sejak dini. Yaitu dengan menanamkan dan memahamkan serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar ke-Islaman dan keimanan, berupa aqidah atau tauhid. Hal ini harus menjadi prioritas untuk diajarkan. Karena iman dan menjauhi syirik adalah hal terpenting bagi seorang hamba dan berkaitan dengan kebahagiaan hakiki dan abadi di akhirat.

Sejalan dengan itu, ada hadits Rasulullah SAW bersumber dari sahabat Jundub bin ‘Abdillah yang berkata: “Dahulu kami bersama Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam saat kami menjelang usia baligh. Kami pun belajar tentang iman sebelum kami belajar Al-Qur’an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur’an, maka semakin bertambahlah keimanan kami dengannya.” (HR Ibnu Majah). Jadi, perkara iman didahulukan dan diprioritaskan atas seluruh amal lainnya. Karena amal seseorang tidak akan diterima selama ia tidak beriman kepada Allah. Allah ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.” (Q.S. An-Nisaa’: 124).

Kedua, Allah mengetahui dan membalas setiap perbuatan meskipun sekecil biji sawi. Setelah memperingatkan putranya dari syirik, Luqman pun melanjutkan nasihatnya dengan mengatakan: “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (perbuatan buruk) seberat biji sawi (sekecil apapun), dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah mengetahuinya (dan akan memberinya balasan). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui perkara-perkara yang samar dan Maha Mengetahui hakikat perkara tersebut.” (QS. Luqman: 16).

Ayat ini menceritakan bahwa Luqman memberikan pemahaman kepada putranya bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Artinya memberikan pesan bahwa tidak ada yang luput dari pengetahuan Allah SWT. Seraya juga memberi peringatan bahwa setiap perbuatan, besar ataupun kecil akan mendapat balasan kelak di hari kiamat. Senada dengan hal itu, dalam ayat lain Allah SWT mengingatkan bahwa  Maka siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (QS. Al-Zalzalah: 7-8).

Ketiga, mengerjakan shalat dan mengajak manusia untuk amar ma’ruf nahyi munkar. Luqman mengajari putranya tentang furu’ (syari’at Islam) setelah mengajarinya tentang ushul (aqidah Islam). Ia berkata: “Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman: 17). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Luqman memerintah putranya untuk melaksanakan kewajiban yang paling penting dan paling utama setelah iman, yaitu shalat yang merupakan ibadah fardhu dalam syari’at semua umat terdahulu. Kemudian Luqman menasehati putranya agar senantiasa melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar (mengajak berbuat baik dan melarang melakukan kemungkaran).

Sebagaimana kita fahami bahwa Amar ma’ruf dan nahyi munkar merupakan dua pilar penting yang menjadi tonggak terwujudnya masyarakat yang saleh. Yaitu dengan mengajak menunaikan perkara-perkara wajib dan semua amal kebajikan. Juga dengan melarang melakukan perkara-perkara mungkar dan segala perbuatan maksiat.  

Keempat, bersikap sabar dan jangan sombong, jangan angkuh atau membanggakan diri. Pesan Luqman berikutnya adalah membimbing putranya agar bersabar “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak mencintai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18). Sebab sabar adalah benteng bagi setiap muslim. Sabar dalam ketaatan dan sabar dalam menjauhi perbuatan maksiat serta sabar dalam melewati setiap fase kehidupan. Bahkan dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar juga membutuhkan kesabaran.

Sejalan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak (akan) masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil dzarrah dari kesombongan”. (Kemudian) ada seorang yang berkata: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sendalnya bagus,” (maka) Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”(H.R. Muslim).

Kelima, Bersikap tawadhu’. Luqmân juga menasihati putranya untuk tawâdhu’ (rendah hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam berjalan. Dia juga menasihati anaknya untuk tidak berlebih-lebihan dalam berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya pada pembicaraan tersebut. Sampai-sampai Luqman mengumpamakannya dengan suara keledai yang buruk. “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman:19).

Begitulah Lukman mendidik dan memberikan nasehat kepada anak-anaknya. Lukman mengajak anaknya berdialog dan dibarengi dengan hati yang tulus dan takut kepada Allah, penuh keteladanan dan rasa tanggung jawab terhadap amanah, sarat akan cinta dan kasih sayang, mengerti akan situasi, kemampuan, dan psikologis anak, menggunakan bahasa yang sederhana, lemah lembut, dan mengundang simpati anak, ditambah konsep dialog yang mengedepankan konsep kesetaraan pada anak, sehingga anak lebih terbuka untuk menerima apa yang disampaikan. Mungkin itu pula yang berhasil mengharumkan dan mengabadikan namanya sebagai salah satu surah dalam Al-Quran. Semoga kita mampu mengambil pelajaran. Amin.

  • Bagikan