Ramadhan Membentuk Manusia Sejati

Oleh Prof Muzakkir - Guru Besar Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam UIN-SU

  • Bagikan
<strong>Ramadhan Membentuk Manusia Sejati</strong>

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah/2: 186)

Sejuta rasa terindah bergelora dihati bagi orang-orang yang beriman, karena besarnya harapan dan kerinduan memohon kepada Allah SWT untuk mempertemukannya dengan bulan suci ramadhan yang penuh keberkahan dan untuk meraih ampunan, kasih sayang dan ridha-NYA. Bulan suci Ramadhan adalah madrasah jasmani, ruhani dan nafsani, bulan mujahadah-perjuangan panjang untuk menata hati, menghidupkan rasa dalam jiwa, memperbaiki moralitas, mengendalikan belenggu-belenggu hawa nafsu-jihadun nafs dan tipu daya syaitan serta dapat merasakan halawatul iman-manisnya iman dalam beribadah kepada Allah SWT.

Dalam al-Quran setidaknya ada tiga mujahadah-perjuangan panjang yang harus diraih untuk mendapatkan keberkahan-kemuliaaan hidup melalui puasa Ramadhan ; Pertama, mujahadah menjadi pribadi taqwa, yaitu pribadi yang istiqamah dalam kebaikan dan kebenaran, membenci perbuatan maksiat, dan mencintai perbuatan yang dicintai Allah. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah/2:183).

Kedua, mujahadah menjadi pribadi yang bersyukur, memanfaatkan nikmat Allah SWT dengan baik, dan tidak berani menyalahgunakan nikmat-NYA apalagi mengingkarinya, ada rasa takut jika nikmat-kesenangan itu berubah menjadi kesengsaraan, “…Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS. Al-Baqarah/2:185).

Ketiga, mujahadah menjadi pribadi yang cerdas hati dan akal, menata hidup dalam kebenaran, dan selalu merasakan hidupnya bersama Allah SWT , “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah/2:186).

Untuk Meraih keberkahan Ramadhan, diperlukan keikhlasan dan kesungguhan serta persiapan dalam menyambut dan memasuki bulan berkah ini  antara lain ; Pertama, meluruskan niat, karena niat akan menentukan nilai sebuah amal dan perbuatan, beribadah semata-mata ikhlas karena Allah SWT dan mengharapkan Ridha-NYA.

Kedua, membuat target dan rencana program prioritas Ramadhan, seperti, Shalat berjamaah lima waktu di masjid, apalagi berada pada zona hijau dengan tetap waspada dan mengikuti protokoler kesehatan, jika kurang sehat maka shalat berjamaah dapat dilaksanakan di rumah bersama keluarga,  memperbanyak doa dan dapat khatam al-Quran di bulan Ramadhan, membuka mata dan hati untuk lebih peduli terhadap sesama.

Ketiga, membekali diri dengan ilmu, mendalami  ilmu-ilmu keislaman melalui majlis talim yang saat ini bisa dilaksanakan secara offline atau online dari rumah, dan semangat membaca buku-buku yang bernuansa keislaman. Keempat, mencari lingkungan yang mendukung hati dan diri untuk beramal, dengan menjadikan rumah-ku adalah Surga bagi-ku, memperbanyak tadarus dan tadabbur al-Quran [pengkajian al-Quran secara mendalam, memperbaiki makhraj huruf, tajwid dan pengamalannya].

Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Quran dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya” (HR.Muslim).

Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, oleh karena itu dianjurkan untuk memperbanyak membaca, mempelajari, menelaah dan mentadabbur Alquran di bulan Ramadhan, dan nuzulul Quran (Turunnya Al-quran) di bulan Ramadhan adalah anugerah Ilahi yang terbesar kepada manusia sebagai ; Penyembuh (Syifaun), bahwa telah ada kondisi sebelumnya penyakit sosial di masyarakat yang berpangkal dari penyakit hati yang perlu diobati [kesombongan-keserakahan dan kezaliman], Petunjuk (Hudan), bahwa sudah terdapat pula kekeliruan jalan yang ditempuh manusia sebelumnya, sehingga ia harus dijadikan petunjuk untuk kembali ke jalan yang benar, dalam menempuh masa depan.

(QS. Yunus : 57), dan hakikat dari penemuan Laylatul Qadar di bulan Ramadhan adalah munculnya kesadaran yang tulus dari seseorang untuk ; menyadari kesalahan dan kekeliruannya  di masa lalu, menyucikan dirinya dari dosa-dosa yang pernah dilakukan, dan bertekat menjadikan Alquran sebagai petunjuk bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Orang yang beriman akan memperoleh pencerahan batin, ketenangan dan kedamaian karena kebersamaannya yang panjang bersama Al-Qur’an.

Kelima, melakukan muhasabah, memperbaiki diri, hijrah-melakukan perubahan yang lebih baik dalam segala hal dan bertaubat dari kesalahan dan dosa masa lalu, Keenam, memperbanyak ibadah sunnah, senantisa menyempurnakan ibadah yang wajib dan mengurangi aktivitas duniawi.  Keberkahan Ramadhan dapat diraih melalui puasa sebagai ibadah yang memiliki berbagai dimensi manfaat yang sangat luar biasa, mencakup; Dimensi fisik, puasa sebagai peningkatan status kesehatan, karena berpuasa secara baik dan benar akan menyehatkan, seperti : menyegerakan berbuka dengan air yang tidak dingin dan sunnah makan kurma, atau sesuatu yang manis:

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi shallallahu alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma muda), jika tidak ada kurma muda (ruthab), maka beliau berbuka dengan kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum seteguk air.” (HR. Abu Daud), tidak melewatkan makan sahur walaupun seteguk air, dengan cara melambatkannya atau mendekati waktu imsak.

Dari Anas bin Maalik Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Bersahurlah kalian karena dalam sahur ada keberkahan.”(HR. Bukhari), tidak melewatkan tidur siang walaupun sebentar, dan memakai wangi-wangian yang alami supaya tetap segar.

Dimensi Psikologis, puasa sebagai penyembuhan penyakit hati, terutama tujuh [7] penyakit hati yang sangat berbahaya; membanggakan diri (al-ujub), terpedaya oleh perasaan sendiri (al-ghurur), sombong (al-takabbur), pamer karena ingin dipuji (al-riya), buruk sangka tanpa alasan ( suul zhan), kikir atau enggan menolong (al-shuhh), dendam (al-hiqd). Puasa menghidupkan hati, mengendalikan hawa nafsu dan menundukkan kecintaan berlebihan terhadap dunia. Dimensi Sosial, meningkatkan solidaritas dan kepedulian terhadap sesama manusia, semangat untuk berbagi kepada sesama, pemberdayagunaan harta di jalan Allah secara benar, seperti zakat, infaq dan shadaqah, Sedekah yang paling utama adalah sedekah yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan” (HR.Turmizi).

Dalam menyambut Ramadhan ini kita membangun semangat shilaturrahim dan saling berbagi sehingga saudara kita yang kurang berkemampuan secara ekonomi mereka bahagia dan terpenuhi kebutuhan mereka dalam melaksanakan ibadah di bulan Ramadahan. Sangat penting kita memiliki tujuh [7] perilaku dalam membangun semangat berbagi yang dapat memelihara dan membesarkan nilai sedekah; Ikhlas karena Allah  semata.

(QS.Al-bayyinah : 5), menginfaqkan dari harta yang halal dan yang baik. (QS.Al-baqarah : 267), memberi sedekah walaupun dari harta yang sedikit, menyegerakan bersedekah sebelum ajal tiba, bersedekah secara sembunyi-sembunyi, karena khawatir akan riya, tidak akan mengungkit-ungkit sedekah, karena khawatir akan terhapus pahalanya, tidak pernah menyakiti hati orang yang diberi, karena takut dosa. (QS.Al-baqarah : 254). Dimensi Spiritual, meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh untuk semakin  mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai renungan kita, andai ini Ramadhan terakhir bagi diri kita, tentu kita akan mempersembahkan yang terbaik. Hakikat puasa terletak pada Imsak An (menahan diri) dan Imsak Bi (berpegang teguh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya). Dalam bahasa Arab, kata Imsak bisa dilekatkan dengan huruf jar (kata sambung) `an dan bi. 

Jika dikaitkan dengan `an (imsak `an) jadilah maknanya menahan diri sedangkan jika dihubungkan dengan bi (imsak bi) jadilah maknanya berpegang teguh. Orang yang berpuasa harus imsak `an sekaligus imsak bi. Seorang Muslim menahan diri karena berpegang teguh pada ajaran Allah SWT. Karena bisa jadi ada orang yang imsak `an tapi tidak imsak bi. Ia berpuasa karena ingin diet atau ingin menuntut ilmu tertentu. Ada pula orang yang merasa imsak bi namun tidak imsak `an. 

Selalu saja ia mengatakan kita harus berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis (imsak bi) namun ia tidak dapat menerima pendapat orang lain, selalu menyalahkan orang lain dan merasa dirinya yang paling benar. Orang ini dipandang tidak dapat mengendalikan egonya. Ia tidak imsak `an. Tentu saja yang paling baik adalah imsak `an sekaligus imsak bi. Imsak An itu ada enam [6] hal, yaitu; menahan pandangan dari segala yang haram, karena pandangan itu adalah anak panah iblis, menjaga lisan dari perkataan yang keji dan sia-sia, menahan pendengaran, setiap yang haram untuk dikatakan, haram juga untuk  didengarkan, menahan diri tidak makan, minum dan tidur yang berlebihan, menahan perut, tangan, kaki dan seluruh panca indra dari perbuatan haram, sesudah berbuka, hatinya antara harap dan cemas puasanya diterima atau tidak, sehingga senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya.

Intinya Puasa  yang  di laksanakan itu mendidik kita untuk senantiasa menjaga mulut, menjaga hati, menjaga perut dan menjaga syahwat [kemaluan], serta mengendalikan hawa nafsu supaya terhindar dari dosa-dosa lain yang lebih berat. Semoga kerinduan kita meraih keberkahan Ramadhan akan menjadikan kita sebagai manusia baru yang kembali kepada kesucian dirinya, menjadikan kita pribadi taqwa, pribadi yang selalu bersyukur dan pribadi yang cerdas menjalani kehidupan ini dalam kebaikan dan kebenaran sehingga  pada akhirnya menjadikan kita sebagai manusia citra ilahi-manusia sejati.

  • Bagikan