Terlalu Cinta

Oleh Tantomi Simamora

  • Bagikan
<strong>Terlalu Cinta</strong>

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga) (QS. Ali ‘Imran: 14)

Kecendrungan mata memang selalu tertuju kepada hal-hal yang indah, dan karena keindahan itu terkadang muncul rasa suka dan cinta. Harus kita akui memang, bahwa cinta adalah anugrah dari Allah Swt, tapi jangan sampai cinta itu membutakan mata hati sehingga tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Cinta yang dimaksud di sini adalah keinginan yang tertuju kepada wanita, emas, perak dan segala jenis bentuk cinta kepada dunia. Hal yang sangat lumrah memang terjadi pada manusia yang normal, memiliki nafsu atau keinginan-keinginan segera terwujud.

Seperti pepatah orang minang, “Condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak” artinya kecendrungan mata kepada yang indah-indah, dan kecendrungan selera pasti kepada yang enak-enak. Itulah fitrah manusia diciptakan, punya nafsu dan keinginan-keinginan. Tetapi apabila kita berhasil mengendalikan hawa nafsu, maka manusia bisa lebih mulia dari pada Malaikat yang sama sekali tidak memiliki hawa nafsu. Sebaliknya jika kita tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, maka kita akan menjadi budak hawa nafsu.

Terlalu cinta pada dunia memang selalu mengundang banyak permasalahan dalam kehidupan. Sebab dunia itu tidaklah kekal, mencintai dunia sudah pasti akan ada kekurangan-kekurangan. Dunia diciptakan hanya untuk sementara sedangkan akhirat diciptakan kekal abadi selamaya. Maka tak jarang kita lihat seseorang yang sangat mencintai dunia sehingga dia lupa akan urusan akhiratnya. Hal inilah yang sangat penting untuk diperhatikan, agar kita tidak menjadi budaknya hawa nafsu dan keinginan-keinginan yang sifatnya hanya sementara.

Maka mencintai itu harus benar-benar jeli untuk membedakan cinta yang tulus atau cinta yang semata-mata mengandalkan hawa nafsu. Ketika cinta lebih banyak bercampur dengan hawa nafsu, maka cinta itu akan memperbudak manusia kepada jalan-jalan yang tidak wajar. Istilah BUCIN (budak cinta) yang sedang hangat saat ini, jangan sampai membutakan mata hati sehingga sanggup untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar.

Fenomena sebutan bucin juga merupakan gambaran dari para generasi milenial yang mudah terombang-ambing dengan derasnya arus budaya asing yang semakin mengarah kepada sikap hedonisme. Bahkan yang sangat mengkhawatirkan adalah sebutan bucin ditujukan kepada generasi milenial yang rela berkorban untuk penyaluran cintanya. Layaknya seorang budak, apapun akan ia lakukan demi cinta, bahkan uang pemberian orang tuapun dihabiskan demi cintanya kepada perempuan pilihannya.

Fenomena ini sangat berbahaya bagi pembentukan generasi milenial saat ini, karena bucin adalah salah satu kelemahan para pemuda untuk menggapai cintanya. Maka kepada para pemuda, jangan sampai terpengaruh dengan cinta yang palsu, yaitu cinta yang tumbuh dari hawa nafsu dan keinginan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam prinsip kepribadian muslim sejatinya tidak pernah galau apalagi sampai putus asa.

Apabila kita sedang mencintai seseorang, maka kita harus pastikan dulu tentang hukum dalam bercinta menurut Islam sehingga kita tidak menjadi budak cinta dan hawa nafsu belaka. Sebagai muslim yang mengaku beriman tentunya sudah lebih paham dengan arti cinta yang sebenarnya sehingga tidak mudah terpengaruh dengan cinta yang tidak pasti. Kemudian kepada para wanita muslimah hendaknya bisa lebih selektif dalam memilih teman hidupnya. Teman pendamping hidup yang paling baik adalah teman yang selalu mengajak kepada kebaikan yang hakiki bukan kebaikan semu. Lagi pula Idolanya para muslimah bukanlah pemuda bucin melainkan pemuda yang kuat untuk mempertahankan cintanya pada jalan yang diridhai-Nya.

Sebagai kesimpulan, istilah bucin memang sesuai dengan logika, karena tidak mungkin mendapatkan cinta tanpa pengorbanan, tetapi apabila analisa pengorbanannya tidak menyentuh nilai-nilai agama, maka cinta itu sendiri yang akan memperbudakmu. Pemuda sejati sesungguhnya tidak seharusnya dikaitkan dengan budak, karena keberadaannya memiliki makna untuk membangun suatu peradaban yang lebih tinggi. Bahkan maju dan mundurnya suatu negara adalah di tangannya para pemuda. Pentingnya peran pemuda sehingga mereka sangat dibutuhkan dalam hal kemajuan dan cita-cita. Jadi, sebutan bucin untuk para pemuda adalah tanda dari lemahnya pemuda sehingga ia tidak memiliki analisa mendalam dalam hal cinta dan agama. Bukankah budak itu sangat rendah? Justru pemuda itu sangat tinggi derajantnya, pemuda tidak boleh galau, bimbang apalagi menjadi budaknya cinta dan hawa nafsu. Sebab pemuda adalah yang menentukan kemajuan bangsa.

(Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul Mursyid (PDM, Kab. Tapanuli Selatan)

  • Bagikan